Ada apa di Bulan Rajab ?



  السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
 
Sejarah di Balik 'Pekan Rajabiyah' Setiap 27 Rajab

Saudara-saudaraku  seiman yang selalu dirahmati Allah, kita telah memasuki bulan Rajab, untuk itu marilah kita selalu menjaga dan meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kepada Allah dengan menambah aktifitas kita di bulan Rajab, seperti berikut:

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab suci Al-Qur’an surat At-Taubah,36  :

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Artinya:
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."

 
Hadits Nabi: ” Dari Abu Bakrah Radhiallahu anhu, dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: ”sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya di hari dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan langit dan bumi, satu tahun ada dua belas bulan, disitu terdapat empat bulan yang di haramkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tiga bulan berturut-turut : Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab adalah bulan mudhar yang terletak antara Jumadil akhir dan Sya’ban“.

Awal hari bulan Rajab Malaikat Jibril turun kepada Nabi dengan risalah untuk isra’ bersama Nabi, Nabi bersabda (yang artinya) : “Ingat bulan Rajab adalah bulannya Allah, barang siapa puasa sehari dibulan Rajab dengan iman dan keikhlasan, maka akan mendapatkan keridhoan-Nya.”(Al-Hadits)

Memperbanyak membaca do'a berikut:
Terdapat dalam Musnad Imam Ahmad (1/259);
"Abdullah menyampaikan kepada kami, Ubaidullah bin Umar menyampaikan kepada kami, dari Zaidah bin Abi al-Raqqad, dari Ziyad al-Numairi, dari Anas bin Malik berkata: Apabila masuk bulan Rajab adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam membaca:
 
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
“Allahumma bariklana fii rojaba wa sya’bana wa ballighna romadloona”

Artinya : "Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya'ban dan sampaikan kami kepada Ramadhan."

Karena begitu mulia keberadaan bulan Rajab ini, maka sebagian ulama memotivasi untuk memperbanyak ibadah. "Ibadah yang dianjurkan bisa berupa dzikir, shalat, puasa dan amal lainnya,"

Dari berbagai sumber hadits yang ada, hampir semuanya menjelaskan tentang keutamaan dan janji pahala puasa Rajab. Kendati ada sejumlah ulama yang mempermasalahkan hadits tersebut, bukan berarti mengamalkan puasa Rajab dilarang, apalagi dianggap sebagai bid'ah. "Karena pada saat yang sama, banyak hadits yang menganjurkan puasa,"

Hukum puasa bulan Rajab:
Menurut 4 mazhab, bahwa puasa rajab hukumnya sunnah, kecuali imam hambali yang menghukumi makruh apabila dilakukan sebulan penuh. 
Menurut Syeh Bin Baz, hukumnya bid'ah jika menghususkan (takhsyis) puasa di tanggal 27 rajab.


Bagi kalangan yang ingin tidak terjebak dengan khilafiyah terkait ibadah saat bulan-bulan tertentu, maka dianjurkan untuk mengisi dan memperbanyak dengan ibadah sunnah yang tidak terikat waktu. "Tidak dengan shalat khusus malam nisfus Sya'ban, misalnya,". Sehingga hari-hari dalam bulan tersebut diisi dengan ibadah yang sifatnya umum seperti sedekah, shalat sunnah, dzikir, puasa sunnah dan sejenisnya.

Kita tidak perlu menghitung-hitung keutamaan dan pahala puasa Rajab ataupun puasa-puasa yang lainnya, seperti dalam hadis Qudsi berikut:


عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي وَالصَّوْمُ جُنَّةٌ وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ وَلَخَلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

Artinya:
"Dari Nabi SAW bersabda, Allâh SWT berfirman, “puasa itu milik-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, karena orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwat, makan, dan minumnya karena Aku. Puasa adalah perisai dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan, kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu Tuhannya, dan sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih baik dari bau minyak kasturi”. (HR. al-Bukhary Muslim)

Sebuah hadis agung yang diriwayatkan langsung oleh Nabi shallallahu’alaihi wasallam dari Rabb-nya, bahwa Dia berfirman: « كل عمل ابن آدم له إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به » [رواه الإمام البخاري في صحيحه ج2 ص226 من حديث أبي هريرة رضي الله عنه]. Artinya: : “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, sebab ia hanyalah untukku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya secara langsung ”. (HR Bukhari dalam Shahihnya: 7/226 dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Sumber Dari -> http://wahdah.or.id/makna-hadis-qudsi-puasa-hanyalah-untuk-ku-dan-akulah-sendirilah-yang-akan-memberikan-ganjaran-padanya/ .
« كل عمل ابن آدم له إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به » [رواه الإمام البخاري في صحيحه ج2 ص226 من حديث أبي هريرة رضي الله عنه]. Artinya: : “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, sebab ia hanyalah untukku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya secara langsung ”. (HR Bukhari dalam Shahihnya: 7/226 dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Sumber Dari -> http://wahdah.or.id/makna-hadis-qudsi-puasa-hanyalah-untuk-ku-dan-akulah-sendirilah-yang-akan-memberikan-ganjaran-padanya/ .
Marilah kita menaikkan tingkatan ibadah kita kepada Allah hingga mencapai tingkat yang tertinggi, yaitu karena cinta kepada Allah, seperti dalam uraian tingkatan berikut:
1. Ibadahnya seorang budak, segala yang dilakukan adalah semata-mata karena kewajiban yang ia lakukan adalah harus di selesaikan, karena takut neraka dan kepingin surga.
2. Ibadahnya seorang pebisnis, beribadah karena mengharapkan pahala, yang di harapkan adalah imbalan atau balasan yang berbentuk pahala agar ia bisa masuk ke Syurga. Ibadahnya pamrih.
3. Ibadahnya seorang yang telah mencintai Allah, beribadah bukan karena takut kepada Allah, bukan juga karena mengharap ridho atau pahala Allah, tapi beribadah karena ia sangat mencintai Allah. Ia tidak akan berharap apaun dari Allah.
Sebuah hadis agung yang diriwayatkan langsung oleh Nabi shallallahu’alaihi wasallam dari Rabb-nya, bahwa Dia berfirman: « كل عمل ابن آدم له إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به » [رواه الإمام البخاري في صحيحه ج2 ص226 من حديث أبي هريرة رضي الله عنه]. Artinya: : “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, sebab ia hanyalah untukku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya secara langsung ”. (HR Bukhari dalam Shahihnya: 7/226 dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Sumber Dari -> http://wahdah.or.id/makna-hadis-qudsi-puasa-hanyalah-untuk-ku-dan-akulah-sendirilah-yang-akan-memberikan-ganjaran-padanya/ .
« كل عمل ابن آدم له إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به » [رواه الإمام البخاري في صحيحه ج2 ص226 من حديث أبي هريرة رضي الله عنه]. Artinya: : “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, sebab ia hanyalah untukku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya secara langsung ”. (HR Bukhari dalam Shahihnya: 7/226 dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Sumber Dari -> http://wahdah.or.id/makna-hadis-qudsi-puasa-hanyalah-untuk-ku-dan-akulah-sendirilah-yang-akan-memberikan-ganjaran-padanya/ .
« كل عمل ابن آدم له إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به » [رواه الإمام البخاري في صحيحه ج2 ص226 من حديث أبي هريرة رضي الله عنه]. Artinya: : “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, sebab ia hanyalah untukku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya secara langsung ”. (HR Bukhari dalam Shahihnya: 7/226 dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Sumber Dari -> http://wahdah.or.id/makna-hadis-qudsi-puasa-hanyalah-untuk-ku-dan-akulah-sendirilah-yang-akan-memberikan-ganjaran-padanya/ .
 

Demikian semoga bermanfaat.

و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 شفاعة

Pada hari yang mulia ini, khatib mengajak jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhânahu wa ta’âla dengan sebenar-benarnya takwa; takwa dalam artian menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Dengan meningkatkan ketakwaan, maka kita telah menjalankan ikhtiar kita untuk menjadi sebaik-baiknya hamba Allah sebagaimana disebutkan dalam firman Allah subhânahu wa ta’âla dalam Al-Quran surat al-Hujurat ayat 13: اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ Artinya: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah, Betapa pentingnya menjaga dan meningkatkan persaudaraan di antara umat muslim. Jika tali persaudaraan di antara kita, orang-orang muslim, selalu dijaga, maka kita telah mengamalkan pesan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam dalam hadits riwayat Imam Muslim, yaitu: اَلْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَهُنَا يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ: بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ Artinya: “Muslim satu dengan muslim lainnya saling bersaudara, tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah sambil menunjuk dadanya), beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. Hartanya dan kehormatannya.” Dari hadits yang telah disebutkan tadi, terdapat larangan bagi kita sebagai orang Muslim, di antaranya adalah larangan menghina dan menyakiti saudara sesama muslim. Dan bentuk dari menyakiti saudara sesama muslim yang sangat disayangkan adalah vonis kafir kepada orang-orang muslim, padahal satu muslim dengan muslim lainnya adalah bersaudara. Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam sendiri telah memperingatkan umatnya agar tidak serampangan menuduh kafir terhadap sesama muslim. Sebab, jika tuduhan tersebut tidak benar, maka akan jatuh kepada dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam sebuah hadits: عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا. فَإنْ كَانَ كَمَا قَالَ، وَإلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ. (متفق عليه) Artinya, “Diriwayatkan dari Ibn Umar radliyallâhu ‘anhumâ, ia berkata: ‘Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Ketika seseorang mengucapkan kepada saudaranya: ‘Wahai kafir’, maka ucapan itu akan kembali kepada salah satunya. Bila orang yang dituduh memang kafir maka sudah jelas, bila tidak maka dosa tuduhan itu kembali kepadanya’.” (Muttafaq ‘Alaih) Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda: وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ. (متفق عليه) Artinya, “Siapa saja yang menuduh kufur seorang mukmin maka ia seperti membunuhnya.” (Muttafaq ‘Alaih) Mengenai tuduhan kafir seorang muslim kepada saudara muslim lainnya, sungguh hal ini telah terjadi di masa Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam, tepatnya tahun ke delapan Hijriah. Kala itu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam mengutus sekelompok pasukan yang dipimpin oleh Abu Qatadah Al-Anshari ke gunung Adham dekat kota Makkah untuk mengecoh musuh. Di sana mereka bertemu dengan ‘Amir bin Al-Athbat, ‘Amir pun segera mengucapkan salam kepada mereka. Di luar dugaan, salah seorang prajurit bernama Muhallim bin Juttsamah justru membunuhnya karena menganggapnya tidak beriman. Akhirnya peristiwa itu pun sampai kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam dan turunlah ayat: وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَى إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا (النساء: ٩٤) Artinya, “Dan janganlah kalian katakan kepada orang yang mengucapkan salam kepada kalian: ‘Kamu tidak beriman’” (QS An-Nisa: 94). Di kemudian hari Muhallim menghadap kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam agar dimintakan ampunan kepada Allah ta’ala atas perbuatannya. Namun bagaimana respons Rasulullah? Bukan hanya menolak karena menyesalkan kesalahan Muhallim yang serampangan memvonis kafir ‘Amir bin Al-Athbat—bahkan sampai membunuhnya—Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam justru tegas bersabda: “Allah tidak akan mengampunimu.” Muhallim beranjak pergi penuh penyesalan dan menangis sejadi-jadinya. Tujuh hari kemudian ia meninggal dan ketika akan dikuburkan, bumi enggan menerimanya. Karena bingung, orang-orang menghadap Rasulullah untuk meminta petunjuk. Lalu beliau bersabda: إِنَّ الْأَرْضَ تَقْبَلُ مَنْ هُوَ شَرٌّ مِنْ صَاحِبِكُمْ، وَلَكِنَّ اللهَ أَرَادَ أَنْ يَعِظَكُمْ مِنْ حُرْمَتِكُمْ. Artinya, “Sungguh bumi menerima orang yang lebih buruk dari teman kalian itu, namun Allah berkehendak menasihati kalian sebab kemuliaan kalian.” Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. Dari kisah tadi, marilah kita ambil pelajaran yang sangat penting dalam bermuamalah dan bersosial dengan sesama muslim, yaitu jangan sekali-kali kita mengafirkan saudara sesama muslim, bahkan dalam kondisi konflik apa pun. Karena, dengan mengafirkan sesama muslim, maka secara sadar ia telah menghalalkan darah saudaranya sendiri padahal Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam dengan tegas melarang perbuatan tersebut. Semoga, kita dapat menjadi seorang muslim yang berhati-hati dalam berbicara, memiliki sifat toleransi, saling mengasihi dan berbaik sangka kepada semua orang, khususnya orang-orang muslim yang semuanya adalah saudara kita.

Sumber: https://islam.nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-vonis-kafir-yang-disesalkan-rasulullah-XcfU6

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aliran Hulul dalam Tasawuf

AWAS "MUNAFIK" !

SPIRIT MEMBERSIHKAN HATI DARI HASAD