SPIRIT MEMBERSIHKAN HATI DARI HASAD

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 Hasud itu Penyakit Hati | Islam Itu Indah

Pada hari yang mulia ini, khatib mengajak jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah subhânahu wa ta’âla dengan sebenar-benarnya taqwa; taqwa dalam artian menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Dengan meningkatkan ketaqwaan, maka kita telah menjalankan ikhtiar kita untuk menjadi sebaik-baiknya hamba Allah sebagaimana disebutkan dalam firman Allah subhânahu wa ta’âla dalam Al-Quran surat al-Hujurat ayat 13:

  اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ

Artinya: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa.”

Kenikmatan surga itu lebih utama, lebih lama, dan lebih agung daripada kenikmatan dunia. Kenikmatan dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kenikmatan surga. Karenanya, kita harus terus berusaha menjadi orang yang bertakwa. Karena takwa-lah yang menjadi bekal kita untuk meraih kebahagiaan yang abadi di akhirat.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:

 أَلاَ وَإِنَّ في الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهِيَ القَلْبُ (رواه البخاري ومسلم) 

Artinya: “Ingatlah sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging, jika ia baik maka baik pula seluruh anggota badan dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh anggota badan, ketahuilah, ia adalah hati” (HR al-Bukhari dan Muslim).

 
Yang dapat merusak hati kita adalah penyakit-penyakit hati, di antaranya riya’, ‘ujub, sombong, hasad dan dengki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 لا تَبَاغَضُوا وَلا تَحَاسَدُوا وَلا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوانًا (رواه البخاري ومسلم)

Artinya: “Janganlah kalian saling membenci, saling hasad, saling membelakangi dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR al-Bukhari dan Muslim). 

Sehingga dalam kesempatan ini, kami mengambil tema "SPIRIT MEMBERSIHKAN HATI DARI HASAD"

Di antara penyakit hati adalah hasad dan saling membenci. Keduanya menjadi malapetaka besar bagi kerukunan dan ketenteraman hidup bermasyarakat. Dua penyakit hati tersebut akan menjauhkan masyarakat dari sikap saling bekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan.

Hasad yang diharamkan adalah berangan-angan hilangnya kenikmatan dari seorang Muslim disertai usaha untuk menghilangkan kenikamatan itu dengan ucapan atau perbuatan. Jika tidak disertai upaya menghilangkan kenikmatan itu maka bukanlah kemaksiatan. Jadi, orang yang berangan-angan agar sebuah kenikmatan hilang dari seorang Muslim karena orang itu memiliki harta halal yang banyak, istri yang cantik atau anak banyak yang taat atau sifat-sifat yang terpuji; kemudian ia membenci hal itu dan berangan-angan agar kenikmatan itu berpindah kepada dirinya, lalu ia berusaha untuk menghilangkan kenikmatan tersebut dengan berbagai cara, maka ia telah terjatuh ke dalam hasad yang diharamkan.

Jika kita ingin membersihkan hati kita dari penyakit hasad, maka kita harus melawan hawa nafsu. Melawan nafsu akan membantu seseorang melakukan perbuatan yang diridlai Allah. Para wali Allah tidak meraih derajat kewalian kecuali dengan perjuangan melawan hawa nafsu.

Diceritakan bahwa hasad adalah maksiat pertama yang dilakukan di surga, yaitu hasad Iblis kepada Nabi Adam. Hasad juga merupakan maksiat pertama yang dilakukan di dunia, yaitu hasad Qabil kepada Habil yang berujung pembunuhan Qabil terhadap Habil.

Seringkali bahaya hasad ini kembali menimpa diri pelakunya. Al-Hafizh Abu Nu’aim al-Ashbahani dalam kitab Hilyah al-Auliya’ meriwayatkan bahwa pada zaman dahulu, ada seorang raja yang memiliki pengawal yang selalu dekat dengannya. Suatu ketika pengawal itu berkata kepadanya, “Wahai raja, berbuat baiklah kepada orang yang berbuat baik, dan tinggalkan orang yang jahat, niscaya engkau selamat dari kejahatannya.”

Melihat kedekatan pengawal dengan raja, ada orang yang iri dan berupaya menghasut raja. Orang ini pun berkata kepada sang raja, “Wahai raja, pengawalmu telah menyebarkan isu di masyarakat bahwa engkau memiliki bau mulut yang tidak enak.” Raja pun bertanya, “Bagaimana aku bisa tahu hal itu?” Orang yang iri itu berkata, “Jika pengawal itu menghadap Paduka untuk membicarakan sesuatu, ia pasti akan menutup hidungnya.”

Pergilah penghasut itu kepada pengawal untuk mengundangnya menghadiri jamuan makan yang telah ia persiapkan. Ia membuat sup dan menaruh bawang putih yang sangat banyak di dalamnya. Keesokan harinya, si pengawal datang dan raja memanggilnya mendekat untuk berbicara kepadanya tentang suatu hal. Pengawal pun menutup mulutnya dengan tangan. Karena termakan hasutan orang yang iri itu, sang raja berkata kepada pengawal, “Menjauhlah!” Lalu sang raja menulis surat serta menandatanganinya, kemudian berkata kepada pengawal itu, “Pergilah dan bawa surat ini kepada Fulan, biasanya imbalannya berupa uang seratus ribu.”

Ketika keluar, ternyata orang yang iri tadi menemui sang pengawal seraya berkata, “Apa ini?” Pengawal menjawab, “Raja memberikan ini kepadaku.” Lalu orang yang iri meminta surat itu. Tanpa berpikir panjang, pengawal lalu memberikan surat itu kepadanya. Orang yang iri itu bergegas mengambilnya dan membawanya ke orang yang dituju. Ketika orang-orang membuka surat itu, mereka pun memanggil beberapa algojo. Maka orang yang iri itu berkata, “Bertakwalah kepada Allah wahai kaum, kalian menghukum orang yang salah, tanyakanlah kembali kepada raja.” Mereka berkata: “Kami tidak ada waktu untuk menanyakan kembali kepada raja.”

Isi surat itu ternyata berbunyi, “Jika datang orang yang membawa suratku ini maka potonglah kepalanya, lalu kelupaslah kulitnya dan isilah kulitnya dengan dedak (ampas padi), kemudian bawalah kepadaku.” Para algojo itu pun memotong kepalanya, mengulitinya dan membawanya kepada sang raja. Saat sang raja melihatnya, ia merasa keheranan. Lalu raja berkata kepada pengawal, “Kemarilah, jawab dengan jujur, saat kau mendekatiku kenapa engkau memegang hidung dan menutup mulutmu?” Si pengawal berkata, “Wahai raja, orang yang iri ini mengundangku dan telah menyiapkan sup, tetapi ia perbanyak bawang putih di sup itu. Disuguhkanlah sup itu kepadaku, lalu saat Paduka memanggilku untuk mendekat, aku berkata dalam hati, jika aku mendekat kepada paduka, maka paduka akan mencium bau tidak sedap ini.” Lalu sang raja berkata: “Kembalilah ke tempatmu, dan sampaikan kepada rakyatku mengenai apa yang telah kau katakan tadi.” Lalu raja menghadiahi si pengawal itu dengan harta yang melimpah.”

 
I'tibar:

Beberapa dampak buruk perilaku hasad :

.                 1. Menghapus kebaikan kita, seperti hadis Nabi:

اِياَّ كُم وَالحَسَدَ فَاِنَّ الْحَسَدَ يَاْ كُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَاْ كُلُ النَّارُ الحَطَبَ

  Artinya: ”Jauhkanlah dirimu dari hasad karena sesungguhnya hasad  itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu-bakar.” (HR. Abu Dawud).

  1. Hati menjadi tersiksa dan tidak tenang karena senantiasa diliputi dengan kedengkian, iri dan perasaan buruk lainnya atas kenikmatan orang lain.
  2. Mereka yang hasad adalah orang-orang yang kufur nikmat dan kualitas keimanannya buruk sehingga kenikmatan yang ada pada dirinya tidak akan ditambah atau bahkan dicabut oleh Allah SWT.
  3. Hasad bisa menjadi pendorong seseorang berbuat fitnah, ghibah atau namimah yang bisa berakibat pada putusnya silaturahmi, memecah persaudaraan dan persatuan.
  4. Mereka yang hasad akan selalu diliputi pikirannya dengan prasangka buruk dan tidak Bahagia
 
Beberapa cara menghindari sifat hasad :

1. Memperbanyak ibadah
Dengan kita memperbanyak ibadah, insyaallah kita menjadi pribadi yang baik dan menghindarkan berbagai hal yang yang dibenci Allah

2. Memperbanyak rasa syukur
Selalu bersyukur atas nikmat yang kita miliki merupakan langkah yang paling ampuh untuk menghindari sifat hasad. Dengan kita bersyukur hati dan kehidupan kita akan terasa bahagia serta kenikmatan akan ditambah oleh Nya.

3. Bersikap rendah hati
Menjauhkan diri dari hal yang dibenci Allah dan bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan, dan marilah kita belajar utuk bersikap rendah hati yang membuat kita selalu sadar bahwa masih banyak orang yang hidupnya lebih sulit dibandingkan kita. Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah pernah bersabda,

إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِى الْمَالِ وَالْخَلْقِ ، فَلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ

Artinya:“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang lain diberi kelebihan harta dan fisik (atau kenikmatan dunia lainnya), maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR.Bukhari dan Muslim).

4. Biasakan untuk berprasangka baik
Selalu berprasangka baik terhadap orang lain membuat kita terhindar dari sifat dengki, karena dengan kita berprasangka baik pikiran kita akan jauh lebih tenang.

5. Bersilahturahim
Memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga dan tetangga. Hal ini dapat mempererat tali silahturahim, karena hubungan yang baik akan selalu membuat seseorang menjadi pribadi yang lebih peduli terhadap yang lain.
 
 
Demikian semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua. Amin.


و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 شفاعة

Pada hari yang mulia ini, khatib mengajak jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhânahu wa ta’âla dengan sebenar-benarnya takwa; takwa dalam artian menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Dengan meningkatkan ketakwaan, maka kita telah menjalankan ikhtiar kita untuk menjadi sebaik-baiknya hamba Allah sebagaimana disebutkan dalam firman Allah subhânahu wa ta’âla dalam Al-Quran surat al-Hujurat ayat 13: اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ Artinya: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah, Betapa pentingnya menjaga dan meningkatkan persaudaraan di antara umat muslim. Jika tali persaudaraan di antara kita, orang-orang muslim, selalu dijaga, maka kita telah mengamalkan pesan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam dalam hadits riwayat Imam Muslim, yaitu: اَلْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَهُنَا يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ: بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ Artinya: “Muslim satu dengan muslim lainnya saling bersaudara, tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah sambil menunjuk dadanya), beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. Hartanya dan kehormatannya.” Dari hadits yang telah disebutkan tadi, terdapat larangan bagi kita sebagai orang Muslim, di antaranya adalah larangan menghina dan menyakiti saudara sesama muslim. Dan bentuk dari menyakiti saudara sesama muslim yang sangat disayangkan adalah vonis kafir kepada orang-orang muslim, padahal satu muslim dengan muslim lainnya adalah bersaudara. Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam sendiri telah memperingatkan umatnya agar tidak serampangan menuduh kafir terhadap sesama muslim. Sebab, jika tuduhan tersebut tidak benar, maka akan jatuh kepada dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam sebuah hadits: عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا. فَإنْ كَانَ كَمَا قَالَ، وَإلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ. (متفق عليه) Artinya, “Diriwayatkan dari Ibn Umar radliyallâhu ‘anhumâ, ia berkata: ‘Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Ketika seseorang mengucapkan kepada saudaranya: ‘Wahai kafir’, maka ucapan itu akan kembali kepada salah satunya. Bila orang yang dituduh memang kafir maka sudah jelas, bila tidak maka dosa tuduhan itu kembali kepadanya’.” (Muttafaq ‘Alaih) Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda: وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ. (متفق عليه) Artinya, “Siapa saja yang menuduh kufur seorang mukmin maka ia seperti membunuhnya.” (Muttafaq ‘Alaih) Mengenai tuduhan kafir seorang muslim kepada saudara muslim lainnya, sungguh hal ini telah terjadi di masa Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam, tepatnya tahun ke delapan Hijriah. Kala itu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam mengutus sekelompok pasukan yang dipimpin oleh Abu Qatadah Al-Anshari ke gunung Adham dekat kota Makkah untuk mengecoh musuh. Di sana mereka bertemu dengan ‘Amir bin Al-Athbat, ‘Amir pun segera mengucapkan salam kepada mereka. Di luar dugaan, salah seorang prajurit bernama Muhallim bin Juttsamah justru membunuhnya karena menganggapnya tidak beriman. Akhirnya peristiwa itu pun sampai kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam dan turunlah ayat: وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَى إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا (النساء: ٩٤) Artinya, “Dan janganlah kalian katakan kepada orang yang mengucapkan salam kepada kalian: ‘Kamu tidak beriman’” (QS An-Nisa: 94). Di kemudian hari Muhallim menghadap kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam agar dimintakan ampunan kepada Allah ta’ala atas perbuatannya. Namun bagaimana respons Rasulullah? Bukan hanya menolak karena menyesalkan kesalahan Muhallim yang serampangan memvonis kafir ‘Amir bin Al-Athbat—bahkan sampai membunuhnya—Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam justru tegas bersabda: “Allah tidak akan mengampunimu.” Muhallim beranjak pergi penuh penyesalan dan menangis sejadi-jadinya. Tujuh hari kemudian ia meninggal dan ketika akan dikuburkan, bumi enggan menerimanya. Karena bingung, orang-orang menghadap Rasulullah untuk meminta petunjuk. Lalu beliau bersabda: إِنَّ الْأَرْضَ تَقْبَلُ مَنْ هُوَ شَرٌّ مِنْ صَاحِبِكُمْ، وَلَكِنَّ اللهَ أَرَادَ أَنْ يَعِظَكُمْ مِنْ حُرْمَتِكُمْ. Artinya, “Sungguh bumi menerima orang yang lebih buruk dari teman kalian itu, namun Allah berkehendak menasihati kalian sebab kemuliaan kalian.” Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. Dari kisah tadi, marilah kita ambil pelajaran yang sangat penting dalam bermuamalah dan bersosial dengan sesama muslim, yaitu jangan sekali-kali kita mengafirkan saudara sesama muslim, bahkan dalam kondisi konflik apa pun. Karena, dengan mengafirkan sesama muslim, maka secara sadar ia telah menghalalkan darah saudaranya sendiri padahal Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam dengan tegas melarang perbuatan tersebut. Semoga, kita dapat menjadi seorang muslim yang berhati-hati dalam berbicara, memiliki sifat toleransi, saling mengasihi dan berbaik sangka kepada semua orang, khususnya orang-orang muslim yang semuanya adalah saudara kita.

Sumber: https://islam.nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-vonis-kafir-yang-disesalkan-rasulullah-XcfU6


Kenikmatan surga itu lebih utama, lebih lama, dan lebih agung daripada kenikmatan dunia. Kenikmatan dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kenikmatan surga. Karenanya, kita harus terus berusaha menjadi orang yang bertakwa. Karena takwa-lah yang menjadi bekal kita untuk meraih kebahagiaan yang abadi di akhirat. Kaum Muslimin yang berbahagia, Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda: أَلاَ وَإِنَّ في الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهِيَ القَلْبُ (رواه البخاري ومسلم) Maknanya: “Ingatlah sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging, jika ia baik maka baik pula seluruh anggota badan dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh anggota badan, ketahuilah, ia adalah hati” (HR al-Bukhari dan Muslim). Yang dapat merusak hati kita adalah penyakit-penyakit hati, di antaranya riya’, ‘ujub, sombong, hasad dan dengki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: لا تَبَاغَضُوا وَلا تَحَاسَدُوا وَلا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوانًا (رواه البخاري ومسلم) Maknanya: “Janganlah kalian saling membenci, saling hasad, saling membelakangi dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Di antara penyakit hati adalah hasad dan saling membenci. Keduanya menjadi malapetaka besar bagi kerukunan dan ketenteraman hidup bermasyarakat. Dua penyakit hati tersebut akan menjauhkan masyarakat dari sikap saling bekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan. Hasad yang diharamkan adalah berangan-angan hilangnya kenikmatan dari seorang Muslim disertai usaha untuk menghilangkan kenikamatan itu dengan ucapan atau perbuatan. Jika tidak disertai upaya menghilangkan kenikmatan itu maka bukanlah kemaksiatan. Jadi, orang yang berangan-angan agar sebuah kenikmatan hilang dari seorang Muslim karena orang itu memiliki harta halal yang banyak, istri yang cantik atau anak banyak yang taat atau sifat-sifat yang terpuji; kemudian ia membenci hal itu dan berangan-angan agar kenikmatan itu berpindah kepada dirinya, lalu ia berusaha untuk menghilangkan kenikmatan tersebut dengan berbagai cara, maka ia telah terjatuh ke dalam hasad yang diharamkan. Hadirin jamaah shalat Jumat yang berbahagia, Jika kita ingin membersihkan hati kita dari penyakit hasad, maka kita harus melawan hawa nafsu. Melawan nafsu akan membantu seseorang melakukan perbuatan yang diridlai Allah. Para wali Allah tidak meraih derajat kewalian kecuali dengan perjuangan melawan hawa nafsu. Diceritakan bahwa hasad adalah maksiat pertama yang dilakukan di surga, yaitu hasad Iblis kepada Nabi Adam. Hasad juga merupakan maksiat pertama yang dilakukan di dunia, yaitu hasad Qabil kepada Habil yang berujung pembunuhan Qabil terhadap Habil. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Seringkali bahaya hasad ini kembali menimpa diri pelakunya. Al-Hafizh Abu Nu’aim al-Ashbahani dalam kitab Hilyah al-Auliya’ meriwayatkan bahwa pada zaman dahulu, ada seorang raja yang memiliki pengawal yang selalu dekat dengannya. Suatu ketika pengawal itu berkata kepadanya, “Wahai raja, berbuat baiklah kepada orang yang berbuat baik, dan tinggalkan orang yang jahat, niscaya engkau selamat dari kejahatannya.” Melihat kedekatan pengawal dengan raja, ada orang yang iri dan berupaya menghasut raja. Orang ini pun berkata kepada sang raja, “Wahai raja, pengawalmu telah menyebarkan isu di masyarakat bahwa engkau memiliki bau mulut yang tidak enak.” Raja pun bertanya, “Bagaimana aku bisa tahu hal itu?” Orang yang iri itu berkata, “Jika pengawal itu menghadap Paduka untuk membicarakan sesuatu, ia pasti akan menutup hidungnya.” Pergilah penghasut itu kepada pengawal untuk mengundangnya menghadiri jamuan makan yang telah ia persiapkan. Ia membuat sup dan menaruh bawang putih yang sangat banyak di dalamnya. Keesokan harinya, si pengawal datang dan raja memanggilnya mendekat untuk berbicara kepadanya tentang suatu hal. Pengawal pun menutup mulutnya dengan tangan. Karena termakan hasutan orang yang iri itu, sang raja berkata kepada pengawal, “Menjauhlah!” Lalu sang raja menulis surat serta menandatanganinya, kemudian berkata kepada pengawal itu, “Pergilah dan bawa surat ini kepada Fulan, biasanya imbalannya berupa uang seratus ribu.” Ketika keluar, ternyata orang yang iri tadi menemui sang pengawal seraya berkata, “Apa ini?” Pengawal menjawab, “Raja memberikan ini kepadaku.” Lalu orang yang iri meminta surat itu. Tanpa berpikir panjang, pengawal lalu memberikan surat itu kepadanya. Orang yang iri itu bergegas mengambilnya dan membawanya ke orang yang dituju. Ketika orang-orang membuka surat itu, mereka pun memanggil beberapa algojo. Maka orang yang iri itu berkata, “Bertakwalah kepada Allah wahai kaum, kalian menghukum orang yang salah, tanyakanlah kembali kepada raja.” Mereka berkata: “Kami tidak ada waktu untuk menanyakan kembali kepada raja.” Hadirin, isi surat itu ternyata berbunyi, “Jika datang orang yang membawa suratku ini maka potonglah kepalanya, lalu kelupaslah kulitnya dan isilah kulitnya dengan dedak (ampas padi), kemudian bawalah kepadaku.” Para algojo itu pun memotong kepalanya, mengulitinya dan membawanya kepada sang raja. Saat sang raja melihatnya, ia merasa keheranan. Lalu raja berkata kepada pengawal, “Kemarilah, jawab dengan jujur, saat kau mendekatiku kenapa engkau memegang hidung dan menutup mulutmu?” Si pengawal berkata, “Wahai raja, orang yang iri ini mengundangku dan telah menyiapkan sup, tetapi ia perbanyak bawang putih di sup itu. Disuguhkanlah sup itu kepadaku, lalu saat Paduka memanggilku untuk mendekat, aku berkata dalam hati, jika aku mendekat kepada paduka, maka paduka akan mencium bau tidak sedap ini.” Lalu sang raja berkata: “Kembalilah ke tempatmu, dan sampaikan kepada rakyatku mengenai apa yang telah kau katakan tadi.” Lalu raja menghadiahi si pengawal itu dengan harta yang melimpah.” Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.

Sumber: https://nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-hasad-penyakit-hati-yang-sangat-berbahaya-yk0bD

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aliran Hulul dalam Tasawuf

AWAS "MUNAFIK" !