Aliran Hulul dalam Tasawuf



 السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Ta’ala. Dengan taqwa yang sebenar-benarnya yaitu dengan menjalankan semua perintah Allah dan meninggalkan semua laranganNya agar kita menjadi orang yang paling mulia menurutNya. Dalam memahami ketakwaan kepada Allah perspektif tasawuf, ketakwaan bukan lagi keharusan patuh sebagai hamba melainkan suatu bentuk wujud kecintaan seseorang terhadap Dzat Yang Dicintainya dan akan terus ingin dekat dan lebih dekat dikarenakan kerinduan yang mendalam dan kecintaan yang meluap-luap. Hal ini dirasakan oleh tokoh aliran Hulul yakni, Al-Hallaj. Aliran ini banyak ditentang sehingga tokohnya pun yakni, Al-Hallaj dieksekusi oleh pemerintahan pada masa itu.

Menurut tokoh Hulul yakni al-Hallaj, bahwa di dalam diri manusia terdapat dua sifat dasar, yakni sifat ketuhanan (lahut) dan sifat kemanusiaan (nasut). Teori ini ia sebutkan dalam bukunya yang berjudul al-tawwasin. Al-Hallaj juga mengatakan bahwa sifat dasar ini juga dimiliki oleh Allah juga, sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhori, Muslim, Ahmad dan Ibn Hambali menyatakan bahwa:
“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam sesuai dengan bentukNya”.

Secara Bahasa Hulul artinya menempati, maksudnya yakni Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah berhasil menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya yakni sifat nasut. Sifat nasut dapat lenyap dengan banyak beribadah. Lenyapnya sifat nasut mengakibatkan tinggalnya sifat lahut dalam diri manusia dan bersamaan dengannya turunlah sifat nasut Tuhan dan bersatu dalam diri orang tersebut. Perlu diketahui bahwa Hulul ini terjadi hanya sebentar. Jadi, ketika sedang terjadi Hulul dalam diri seseorang, maka pelaku Hulul akan mengucapkan hal-hal yang ganjil atau aneh (Syatahat). Pengucapan hal-hal yang ganjil ini tidak disadari karena tidak kuatnya diri menahan cintanya kepada Rabb hingga kata-katanya sudah tidak dapat dikendalikan. Al-Hallaj sendiri juga mengalami kefana’an total kehendak manusia dalam kehendak illahi. Sebagai contoh yakni pengucapan “Anaa al-Haq (Aku Adalah Yang Maha Benar)”. Karena tidak mampunya ia mengendalikan diri kata tersebut muncul begitu saja ketika bersatu secara batin dengan Tuhan. Jadi, di saat tersebut yang mengucapkan Anaa al-Haq sebenarnya bukan al-Hallaj melainkan Tuhan yang telah mengambil tempat dalam dirinya. Hal ini diperkuat dengan penjelasan al-Hallaj:

اَنَا سِرُّ الْحَقِّ مَا الْحَقُّ اَنَا بَلْ اَنَا حَقٌّ فَفَرِّقْ بَيْنَنَا
“Aku adalah rahasia Yang Maha Benar dan bukanlah Yang Benar itu aku. Aku hanya satu dari yang benar, maka bedakanlah antara kami.”

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemahaman Hulul ini mengangkat dasar pemikiran filsafat dan juga pemikiran tasawuf itu sendiri. Dalam filsafat telah nampak yakni teori penciptaan manusia dan alam semesta yang dikenal sebagai emanasi al-Farabi. Sebagaimana yang dikatakan al-Hallaj bahwa Tuhan menciptakan Adam sebagai copy-an dariNya. Dalam tasawuf, Hulul juga merupakan pengembangan dari banyak aliran tasawuf sebelumnya, ia merupakan pengembangan dari mahabbah yakni kecintaan yang meluap-luap kepada Tuhan dan juga pengembangan dari fana’ dan baqa’. Secara pengertian fana’ sendiri artinya rusak atau sirna. Sirna yang dimaksudkan disini adalah suatu keadaan diri yang telah bisa melenyapkan sifat kemanusiaannya, jiwa kemanusiaannya telah lenyap dan ia tidak lagi berkeinginan. Sedangkan, Baqa’ yakni kekalnya sifat ilahiyah pada diri manusia atau kekalnya sifat terpuji pada diri manusia. Ketika seseorang mengalami fana’, maka secara logis saat itu ia juga mengalami baqa’.

Selain itu, hulul sendiri merupakan bentuk lain dari paham sebelumnya yakni ittihad. . Ittihad sendiri adalah bersatunya hamba dengan Rabbnya. Karena jiwanya sudah bersih dan hanya ada jiwa ilahiyat saja pada dirinya. Kehendaknya telah sirna, dan baqa’ dalam dirinya Kehendak Tuhan. Sehingga saat mengalami ittihad ini akan timbul berbagai macam kata-kata ganjil atau syathahat yang sebenarnya ia tidak sadar ketika mengucapkan kata-kata tersebut.

I’tibar:
Oleh karena itu, meskipun aliran ini banyak ditentang namun dapat diambil hikmahnya bahwa seorang hamba sejatinya memang ditujukan menjadi insan yang baik yang dapat merasakan jiwa ilahiyat dalam dirinya. Bagaimana dapat menciptakan jiwa ilahiyat tersebut? banyak sekali caranya, seperti sholat. Esensi dari sholat ialah meresap sifat-sifat ketuhanan pada diri kemudian diaktualkan dalam kehidupan sehari-hari seperti sifat Rahman dan Rahim Tuhan yang dapat diwujudkan dalam berkasih sayang kepada sesame makhluk.

Demikian semoga bermanfaat bagi kami dan kita semua. Aamiin.
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
شفاعة
  
Pustaka: Mas'ud Ali, "Akhlak Tasawuf "

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AWAS "MUNAFIK" !

SPIRIT MEMBERSIHKAN HATI DARI HASAD