Di Batas Ramadhan dan Syawal


DI BATAS RAMADHAN dan SYAWAL

 السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah melimpahkan kepada kita semua nikmat yang demikian besar, salah satunya adalah dipertemukannya kembali dengan hari kemenangan ini.
Rasanya baru sejenak kita begitu bersemangat mempersiapkan diri untuk memasuki bulan Ramadhan, bulan tarbiyah, bulan latihan, bulan Quran, bulan maghfirah, bulan yang penuh berkah, kita adakan buka bersama, tadarus, pengajian, qiyaamul lail, namun beberapa saat lagi, Ramadhan akan meninggalkan kita, padahal kita belum optimal melaksanakan qiyaamul lail, belum optimal membaca Al-Quran serta belum optimal melaksanakan ibadah-ibadah lain, target-target yang kita pasang belum semuanya terlaksana. Dan kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih dapat berjumpa dengan Ramadhan berikutnya.

Sahabat Jabir ibn Abdullah menceritakan sebuah hadits, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jika Ramadhan berakhir, maka menangislah langit dan bumi serta malaikat karena meratapi musibah yang diderita ummat Muhammad”. Para sahabat serentak bertanya, “Musibah apakah itu wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Kepergian bulan Ramadhan karena selama bulan Ramadhan, seluruh amal ibadah dilipatgandakan pahalanya, semua doa dan permohonan dikabulkan, dan Allah menjauhkan siksaan“.
Inilah rahasia sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, "Sekiranya umatku ini mengetahui apa-apa (kebaikan) di dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar tahun semuanya itu menjadi Ramadhan.”

Mari kita berdoa dan bermunajat dengan doa perpisahan bulan Ramadhan seperti yang diungkapkan oleh Imam Zainal Abidin al-Sajjad cicit Rasulullah SAW yaitu, “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan puasa kami saat ini sebagai puasa yang terakhir dalam hidup. Sekiranya Engakau jadikan puasa ini sebagai puasa yang terakhir dalam hidupku, maka jadikanlah sebagai puasa yang dirahmati, dan janganlah Engkau jadikan sebagai puasa yang hampa (ditolak). Amin ya rabbal Alamin”.
Idul Fitri adalah anugerah Allah kepada umat Nabi Muhammad, tak salah bila disambut dengan suka cita. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Annas RA. “Rasulullah SAW datang, dan penduduk Madinah memiliki dua hari, mereka gunakan dua hari itu untuk bermain di masa Jahiliyah. Lalu beliau berkata, ‘Aku telah mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari yang kalian gunakan untuk bermain di masa Jahiliyah. Sungguh Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari yang lebih baik dari itu, yaitu hari Nahr (‘Idul Adha) dan hari Fithr (‘Idul Fithri)’.”
Hanya saja dalam kegembiraan ini jangan sampai berlebih-lebihan, baik itu dalam berpakaian, berdandan, makan, tertawa. Dan di malam Hari Raya ‘Idul Fitri pun, kita hendaknya tidak terlarut dalam kegembiraan sehingga kita lupa untuk menghidupkan malam kita dengan qiyamul lail. Bukankan kita sudah dilatih untuk menghidupkan malam-malam kita dengan Tarawih selama bulan Ramadhan?
Menurut hadits Ummu ‘Athiyyah, “Kami diperintahkan untuk mengeluarkan semua gadis dan wanita, termasuk yang haid, pada kedua hari raya, agar mereka dapat menyaksikan kebaikan hari itu, juga mendapat doa dari kaum muslimin. Hanya saja wanita-wanita yang haid diharapkan menjauhi tempat shalat.” (HR Bukhari-Muslim).
Saat bertemu satu sama lain, kaum muslimin saling bermaafan, seraya saling mendoakan. Sebuah hadits yang diriwayatkan dari Khalid bin Ma’dan RA mengatakan, “Aku menemui Watsilah bin Al-Asqa’ pada hari ‘Id, lalu aku mengatakan, ‘Taqabbalallah minna wa minka (Semoga Allah menerima amal ibadahku dan amal ibadahmu).’
Lalu ia menjawab, ‘Taqabbalallah minna wa minka’.
Kemudian Watsilah berkata, ‘Aku menemui Rasulullah SAW pada hari ‘Id, lalu aku mengucapkan: Taqabbalallah minna wa minka.
Lalu Rasulullah SAW menjawab, ‘Ya, taqabbalallah minna wa minka’.” (HR Baihaqi).
Selanjutnya, di masa sahabat, ucapan ini agak berubah sedikit. Jika sebagian sahabat bertemu dengan sebagian yang lain, mereka berkata, “Taqabballahu minna wa minkum (Semoga Allah menerima amal ibadahku dan amal ibadah kalian).” (HR Ahmad dengan sanad yang baik).

Pada hari raya, Rasulullah mempersilahkan para sahabat untuk bergembira. Seperti mengadakan pertunjukan tari dan musik, makan dan minum, serta hiburan lainnya, namun semua kegembiraan itu tidak dilakukan secara berlebihan atau melanggar batas keharaman. Karena, hari itu adalah hari-hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla (HR Muslim).
Untuk lisan yang tak terjaga, untuk janji yang terabaikan, untuk hati yang berprasangka, untuk sifat yang menyakitkan, Selamat Idul fitri, kami mengucapkan “Taqabballahu minna wa minkum taqabal yaa kariim, minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin”.
Demikian terimakasih atas perhatiannya
 
  وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ




شفاعة

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aliran Hulul dalam Tasawuf

AWAS "MUNAFIK" !

SPIRIT MEMBERSIHKAN HATI DARI HASAD