HAK SESAMA MUSLIM
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan.
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
– رضي الله عنه – قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – حَقُّ اَلْمُسْلِمِ
عَلَى اَلْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ, وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ,
وَإِذَا اِسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ, وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اَللَّهَ فَسَمِّتْهُ
وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ, وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dalam
hadits yang diriwayatkan Imam Muslim di atas, Baginda Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan mengenai enam hak seorang muslim atas muslim yang
lain. Yaitu:
Pertama, kita disunnahkan untuk memulai
ucapan salam kepada saudara kita sesama muslim. Makna “Assalamu’alaikum” adalah
semoga engkau senantiasa berada dalam perlindungan Allah atau semoga
keselamatan dan keamanan selalu menyertaimu. Ini adalah doa seorang mukmin
untuk saudara mukminnya, agar terbangun dan tertanam dalam hati masing-masing
pengagungan kepada Allah yang mensyariatkan kalimat sapaan tersebut. Dengan
itu, akan tumbuh rasa cinta di antara saudara sesama muslim. Dan buahnya adalah
saling tolong menolong dan bekerja sama dalam kebaikan dan ketaatan.
Dalam
hadits lain, Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Artinya:
“Demi Dzat yang menguasai diriku, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian
beriman dan tidak akan sempurna iman kalian hingga kalian saling mencintai,”
kemudian Nabi bersabda: “Tidakkah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang jika
kalian melakukannya, maka kalian akan saling mencintai, yaitu sebarkanlah salam
di antara kalian” (HR Muslim).
Kaum muslimin yang berbahagia, Nabi memerintahkan kita untuk membaca salam kepada orang yang kita kenal dan orang yang tidak kita kenal. Perintah ini adalah perintah sunnah. Jadi memulai salam hukumnya adalah sunnah. Sedangkan menjawab salam jika salam tersebut berasal dari seorang muslim yang baligh dan berakal kepada seorang muslim tertentu secara khusus, maka hukum menjawabnya adalah fardlu ‘ain bagi orang tersebut. Sedangkan jika salam tersebut diucapkan oleh seorang muslim mukallaf (baligh dan berakal) kepada sekelompok orang mukallaf, maka hukum menjawabnya adalah fardlu kifayah, artinya jika salah seorang telah menjawab, maka gugur kewajiban dari yang lain. Hukum ini berlaku antar sesama jenis. Sedangkan jika berbeda jenis kelamin, seperti jika seorang remaja putri mengucapkan salam kepada seorang pemuda yang bukan suami dan bukan mahramnya, maka tidak wajib menjawab salamnya. Namun tetap berlaku hukum boleh menjawab salamnya jika tidak dikhawatirkan terjadi fitnah. Demikian pula sebaliknya jika seorang pemuda mengucapkan salam kepada perempuan yang bukan istri dan mahramnya.
Kemudian dalam mengucapkan salam ada adab-adab yang semestinya kita
indahkan. Di antaranya, orang yang menaiki kendaraan mengucapkan salam kepada
orang yang berjalan. Orang yang berjalan mengucapkan salam kepada orang yang
duduk. Orang yang sedikit mengucapkan salam kepada orang yang banyak.
Sebagaimana disyari’atkan salam ketika bertemu, demikian pula disyari’atkan
salam ketika berpisah.
Kedua, memenuhi undangannya ketika ia
mengundang kita untuk hadir dalam acara walimah (jamuan makan) yang
diadakannya. Walimah adalah setiap undangan makan yang diadakan untuk merayakan
sebuah kegembiraan seperti pernikahan, khitanan dan lainnya. Seorang mukmin
tentunya mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.
Dan tidak diragukan lagi bahwa memenuhi undangan tersebut adalah salah satu
bukti yang menunjukkan kecintaan kita kepadanya. Dalil awal tentang masalah ini
adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Artinya:
“Jika salah seorang di antara kalian diundang untuk menghadiri walimah, maka
hendaklah ia menghadirinya” (HR al-Bukhari).
Para
ulama’ mengatakan bahwa jika walimah tersebut adalah walimatul ‘urs, maka hukum
menghadirinya adalah wajib. Jadi tidak selayaknya seseorang tidak menghadirinya
tanpa ‘udzur. Sedangkan memakan jamuan makan yang dihidangkan hukumnya adalah
sunnah, tidak wajib.
Para
ulama’ fiqih telah menjelaskan perkaraperkara yang menjadi ‘udzur syar’i yang
membolehkan seorang muslim untuk tidak menghadiri walîmatul ‘urs. Di antaranya,
ketika dalam walimah tersebut terdapat perkara mungkar seperti minuman keras
dan perbuatan fasik. Sedangkan jika walimahnya bukan walimatul ‘urs, maka tidak
wajib menghadirinya. Akan tetapi jika diniatkan untuk menggembirakan hati
saudara sesama muslim, maka kehadirannya menjadi berpahala.
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah,
Ketiga, menyampaikan nasihat. Menasihati
seorang muslim artinya membimbingnya kepada hal-hal yang membawa kemaslahatan
baginya dalam urusan akhirat dan dunianya dan mengarahkannya kepada kebaikan.
Memberikan nasihat terkadang hukumnya wajib jika berkaitan dengan melaksanakan
kewajiban dan meninggalkan perkara-perkara haram. Hal ini masuk dalam kategori
amar makruf nahi mungkar yang hukumnya wajib. Memberikan nasihat kadang
hukumnya sunnah jika berkaitan dengan melaksanakan perkara-perkara sunnah dan meninggalkan
yang makruh. Hak memberi nasihat ini sangat ditekankan dan harus diberikan jika
seorang muslim memintanya dari saudara muslimnya. Hanya saja tidak setiap orang
layak dimintai nasihat atau layak diajak bermusyararah. Orang yang layak
dimintai nasihat, bantuan saran dan pandangannya adalah orang yang berakal,
berpengalaman, serta teguh dalam agama dan ketakwaan.
Keempat, mendoakan orang yang bersin.
Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Artinya:
“Jika salah seorang di antara kalian bersin, hendaklah membaca alhamdulillah.
Dan saudara atau temannya hendaklah mengatakan kepadanya yarhamukallah. Jika
saudaranya atau temannya tersebut mengatakan yarhamukallah, maka hendaklah ia
mengatakan yahdikumullah wa yushlihu balakum” (HR al-Bukhari).
Jika
orang yang bersin tidak mengucapkan alhamdulillah, maka tidak wajib didoakan.
Hal ini berdasarkan hadits yang shahih bahwa ada dua orang laki-laki yang
bersin di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Nabi mendoakan salah
satu di antara keduanya dan tidak mendoakan yang lain. Lantas orang yang tidak
didoakan 4 itu bertanya: “Wahai Rasulullah, Anda mendoakan orang ini dan tidak
mendoakan diriku?” Nabi menjawab: “Orang ini mengucapkan alhamdulillah,
sedangkan engkau tidak.”
Kelima, menjenguknya ketika sakit. Tujuan
utama dari menjenguk orang sakit adalah mengokohkan simpul-simpul kecintaan
antar kaum muslimin. Hal ini sangat ditekankan terutama antar karib kerabat. Di
masa hidupnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk
sahabat-sahabatnya yang sakit dan mengatakan kepada yang sakit:
“Bagaimana keadaanmu, apa yang kamu rasakan?” Kemudian Nabi mendoakannya dan tidak berlama-lama di rumahnya.
Oleh karena itu, seyogyanya kita mengindahkan adab-adab berkunjung seperti yang diteladankan oleh Baginda Nabi tersebut. Adab lain misalkan berbicara dengan orang yang sakit dengan hal-hal yang membesarkan hatinya, melapangkan dadanya dan membuatnya nyaman. Jika yang sakit bertanya tentang sakit yang dideritanya, hendaklah kita kesankan bahwa sakit tersebut tidak parah, cepat reda dan umumnya orang bisa sembuh darinya. Janganlah kita banyak bicara dan membesarbesarkan penyakitnya. Kita mendoakan kesembuhannya dan kita sampaikan bahwa musibah dapat melebur dosa dan mengangkat derajat seorang muslim jika dihadapai dengan penuh kesabaran. Kita juga meminta doa kepadanya.
Seseorang yang mengunjungi orang sakit akan dimintakan ampunan dosa oleh para
malaikat dan memperoleh kucuran rahmat dari Allah hingga ia pulang kembali ke
rumahnya, sebagaimana hal itu dijelaskan dalam sebuah hadits shahih.
Keenam, mengantarkan dan mengiringi
jenazahnya ketika meninggal. Orang yang mengantarkan jenazah akan mendapatkan
pahala seperti besarnya gunung Uhud. Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
Artinya: “Barangsiapa mengiringi jenazah seorang muslim dengan didasari iman dan mengharapkan pahala dari Allah, lalu ia tetap berada di dekatnya hingga menshalatkan dan selesai dari pemakamannya, maka ia akan pulang membawa dua qirath pahala, satu qirathnya seperti gunung Uhud. Dan barangsiapa menshalatkannya, kemudian pulang sebelum dimakamkan, maka ia pulang membawa satu qirath” (HR al Bukhari).
Sudah maklum bahwa mengiringi jenazah hukumnya adalah fardlu kifayah. Jika sudah dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, maka gugur kewajiban sebagian yang lain. Bagi kaum laki-laki, disunnahkan mengantarkan dan mengiringi jenazah. Dan hal ini tidak disunnahkan bagi kaum wanita. Ketika mengiringi jenazah, hendaklah kita berjalan dengan diam, sibuk berdzikir, menundukkan kepala sembari merenungkan dan memperbanyak mengingat kematian.
Dengan itu, kita tidak akan mudah terlena dengan gemerlapnya
kehidupan dunia. Perlu ditegaskan dalam kesempatan ini bahwa tidak mengapa jika
memperbanyak membaca La ilaha illa Allah ketika mengiringi jenazah. Janganlah
kita terpengaruh dengan kaum Wahhabi yang mengharamkan hal itu.
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah, Mudah-mudahan kita mampu mengamalkan dan memenuhi
hak-hak sesama muslim yang diajarkan oleh Baginda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas. Kita sebagai sesama umat Islam
seharusnya menjadi seperti satu jasad. Jika salah satu anggota badan kita
mengeluh kesakitan, maka seluruh anggota badan yang lainnya akan turut
merasakan sehingga tidak bisa tidur dan merasakan demam.
Kaum
muslimin yang berbahagia, Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh
keberkahan ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua dan dapat kita amalkan
bersama.
شفاعة
Komentar
Posting Komentar