"DAHSYATNYA NIAT"
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Ta'ala dengan taqwa yang sebenar-benarnya, yaitu dengan menjalankan semua perintah Allah dan meninggalkan laranganNya agar kita menjadi orang yang paling mulia disisiNya.
Kita perlu menyadari bahwa ibadah yang
kita lakukan ini merupakan kebutuhan bagi kita untuk memenuhi perintah Allah
swt. Jika kita menjadikan amaliah ibadah kita sebagai sebuah kebutuhan dan
diniati dengan benar, maka tidak akan ada perasaan berat dalam hati. Semua akan
terasa ringan dilakukan. Lebih dari itu, semua ibadah yang kita lakukan dengan
niat yang benar akan terasa nikmat karena bisa menjadi media untuk
menyambungkan frekuensi diri dengan Allah swt. Sehingga dalam kesempatan
ini kami mengambil tema “Dahsyatnya Niat”.
Niat juga akan bisa menentukan nilai
dari ibadah yang kita lakukan. Niat bisa diibaratkan seperti angka 1 (satu) di
depan angka 0 (nol). Semua angka 0 akan tidak memiliki nilai walaupun jumlahnya
banyak. Namun ketika di depannya diletakkan angka 1 maka angka 0 akan memiliki
nilai. Semakin banyak nol di belakang angka satu, maka akan semakin besar nilai
yang dimiliki oleh angka 0 itu. Begitu juga ibadah kita. Semua akan tidak ada
nilainya ketika ibadah tidak diniati dengan benar. Semakin banyak kita beribadah
dengan niatan yang benar maka semakin tinggi nilai kualitas dan kuantitas
ibadah yang kita lakukan. Dengan tingginya nilai ibadah, maka peluang untuk
diterima oleh Allah sangatlah tinggi.
Dan perlu kita sadari juga, selain menjadi pembeda antara amal yang bernilai ibadah dan amal
yang tidak bernilai ibadah, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam
al-Baihaqi, Rasulullah saw juga menegaskan pentingnya posisi niat sampai dengan
melebihi pentingnya perbuatan yang dilakukan itu sendiri:
نِيةُ المُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ
Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya berjudul Risalatul Muawanah wal Mudzhaharah, menjelaskan keutamaan niat dibandingkan amal dengan tiga gambaran keadaan sebagai berikut:
الأولى أن يعزم ويعمل. والثاني أن يعزم ولا يعمل مع القدرة على العمل. الثالثة أن يعزم على فعل أمر لا يستطيع فعله
Pertama, orang yang berniat melakukan suatu amal kebaikan lalu mengerjakannya, maka kepada orang tersebut diberikan pahala mulai dari 10 kebaikan, 700 kebaikan, hingga berlipat-lipat. Hal ini, sebagaimana dijelaskan Sayyid Abdullah Al-Haddad, dengan mengutip hadits Rasulullah yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim sebagaimana penggalan berikut:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah mencatat berbagai kejelekan dan kebaikan , lalu Dia menjelaskannya. Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan lantas tidak bisa terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia bertekad lantas bisa ia penuhi dengan melakukannya, maka Allah mencatat baginya 10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai lipatan yang banyak.”
Kedua, seseorang yang berniat melakukan suatu amal kebaikan dan mampu melakukannya tetapi tidak jadi melakukannya, maka kepada orang tersebut diberikan pahala 1 kebaikan saja. Hal ini, sebagaimana dijelaskan Sayyid Abdullah Al-Haddad, dengan mengutip hadits Rasulullah yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim sebagaimana penggalan berikut:
فمن هم بحسنة فلم يعملها كتبها الله عنده حسنة كاملة.
“Maka apabila seseorang berniat melakukan sesuatu kebaikan lalu tidak jadi melaksanakannya, Allah akan mencatat pahalanya di sisi-Nya satu kebaikan sempurna.”
Ketiga, seseorang yang berniat melakukan suatu amal kebaikan tetapi ternyata tidak mampu melakukannya, kepada orang tersebut diberikan pahala sebagaimana orang yang mampu melakukannnya. Hal ini sebagaimana penjelasan Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad (halaman 28) sebagai berikut:
فله
نية
ما
للعامل
وعليه
ما
عليه
“Bagi orang seperti itu disediakan pahala seperti yang disediakan bagi si pelaku baik dalam hal kebaikan ataupun kejahatan.”
Syekh Muhammad bin Abdillah Al-Jurdani (wafat 1333 H) dalam Kitab Al-Jawahirul Lu’lu’iyah menyebutkannya dengan redaksi: “wa qiila”, dan dikatakan, tanpa menyebutkan siapa yang mengisahkannya:
Pada hari kiamat, ada
orang yang diberi catatan amalnya dan menerimanya dengan tangan kanan. Tentu
ini pertanda baik. Pertanda ia termasuk ahli surga. Namun setelah melihat
catatan amalnya, ia justru kaget. Di situ tercatat amal-amal saleh berupa haji,
jihad, dan sedekah, padahal ia tidak merasa pernah melakukannya di saat
hidupnya.
"Ini bukan buku catatan amalku, sebab sungguh aku sama sekali tidak pernah
melakukan amal saleh itu sedikitpun,” gumamnya penuh kekagetan.
Ia sangat tidak
percaya dengan data di dalam buku catatan amalnya. Terlalu bagus dan
mengada-ada. Di tengah kesangsian atas buku catatan amal yang baru diterimanya
itu, Allah memberi jawaban kepadanya:
“Ini adalah buku
catatan amalmu. Karena kamu telah hidup dengan umur panjang dan kamu pernah
berkata: 'Andaikan aku punya harta, maka aku akan beribadah haji dengannya.
Andaikan aku punya harta, maka aku akan menyedekahkannya'. Jadi aku mengetahui
keinginanmu itu dari kebenaran niatmu, dan aku berikan kepadamu seluruh
pahalanya.”
I’tibar:
1. Bahwa niat adalah sangat utama. Artinya Allah subhanhu wataála sangat memperhitungkan niat seseorang. Seseorang yang sudah berniat berbuat baik dan betul-betul melaksanakan dia mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Dan saking dahsyatnya, seseorang yang sudah berniat berbuat kebaikan tetapi tidak jadi melakukannya, ia tetap mendapatkan pahala. bahkan orang yang sudah berniat melakukan kemaksiatan tetapi tidak jadi melakukannya juga mendapatkan pahala dari Allah karena mengurungkan niatnya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim sebagaimana penggalan berikut:
وإن
هم
بسيئة
فلم
يعملها
كتبها
الله
عنده
حسنة،
فان
هم
بها
فعملها
كتبها
الله
عنده
سيئة
واحدة.
Artinya:
“Dan bila seseorang
berniat melakukan suatu kejahatan lalu ia tidak melaksanakan, Allah akan
mencatat pahalanya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan sempurna, dan bila ia
berniat melakukan suatu kejahatan kemudian melaksanakannya pula, maka Allah akan
mencatatnya di sisi-Nya sebagai satu kejahatan. ”
2. Niat baik perlu kita mindsetkan agar kita memandang kebaikan tetap menjadi baik walau mungkin dibungkus dengan kurang baik dan juga berusaha melihat sisi baik dari sesuatu yang kurang baik. Jangan kita mencari kekurangan dari suatu kebaikan karena akan menutup diri kita untuk berubah menjadi lebih baik.
3. Mari kuatkan tekad kita kembali untuk senantiasa menata niat dengan baik dalam menjalankan segala aktivitas kita di dunia. Banyak amal perbuatan yang tergolong amal keduniaan, tapi karena didasari niat yang baik maka tergolong menjadi amal akhirat. Dan sebaliknya, banyak amal perbuatan tergolong amal akhirat, tapi ternyata menjadi amal dunia karena didasari niat yang buruk.
Termasuk dalam aktivitas pekerjaan kita sehari-hari, mari kita niatkan untuk memberi manfaat, karena "sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaaat kepada yang lain". Insya Allah dengan niat memberi manfaat kepada yang lain, Allah akan memberikan balasan kebaikan kita yang terbaik dengan bentuk yang tidak kita duga dan dari jalan yang tidak kita sangka-sangka.
Semoga kita diberikan kekuatan oleh Allah swt untuk dapat senantiasa memiliki niat baik khususnya dalam menjalankan ibadah yang menjadi misi dan tugas utama kita di dunia ini. Amin.
شفاعة
Komentar
Posting Komentar