AWAS PENYAKIT TAKABUR

 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته



Mengawali khutbah kali ini, khatib berwasiat kepada para jamaah sekalian pada umumnya, dan kepada diri khatib sendiri khususnya, agar kita senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah  dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Allah berfirman dalam syrat Al-Isra' ayat 36-38:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰهُئِكَ كَانَ عَنْ

مَسْئُولًا

وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا

كُلُّ ذَٰلِكَ كَانَ سَيِّئُهُ عِنْدَ رَبِّكَ مَكْرُوهًا

Artinya:

36. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

37. Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.

38. Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu.

Pada ayat-ayat di atas ditegaskan bahwa seseorang akan dihisab atas pendengaran, penglihatan dan hatinya sebagaimana ia akan dihisab atas 2 seluruh anggota badannya. Karena hati adalah pemimpin anggota badan, maka perbuatan-perbuatan anggota badan mencerminkan apa yang ada di hati. Jika hati baik maka anggota badan menjadi baik dan jika hati rusak maka rusak pula anggota badan. Hati tidak akan menjadi baik kecuali ketika bersih dari penyakit-penyakit dan disembuhkan dari penyakitpenyakit tersebut.

Di antara penyakit hati yang dilarang dalam ayat-ayat di atas adalah bersikap takabur terhadap para hamba Allah, sehingga dalam kesempatan ini kami mengambil tema "Awas Penyakit Takabur". Oleh karenanya, jangan sampai kita berjalan dengan gaya jalan penuh dengan kesombongan, karena kita tidak akan menembus bumi dengan injakan dan kuatnya pijakan kaki kita. Kita juga tidak akan mencapai ketinggian gunung dengan kesombongan kita dan tidak akan menyamai kekuatan dan kekokohan gunung tersebut.

Takabur adalah seperti ditegaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Takabur adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain” (H.R. Muslim)

Berdasarkan hadits ini, orang yang takabur ada dua macam:

Pertama, seseorang yang menolak kebenaran yang disampaikan orang lain, padahal ia tahu bahwa kebenaran ada pada orang tersebut. Ia menolaknya karena orang yang menyampaikan kebenaran itu lebih muda darinya atau lebih rendah kedudukannya, sehingga ia merasa berat untuk mengikuti kebenaran itu. Padahal, hadirin sekalian, Fir’aun tidaklah binasa kecuali karena sifat takaburnya. Fir’aun telah melihat sekian banyak mu’jizat Nabi Musa ‘alaihissalam, namun ia tidak beriman kepada Nabi Musa ‘alaihissalam. Bahkan Haman, perdana menteri Fir’aun ketika itu berkata kepada Fir’aun: “Jika engkau beriman kepada Musa, maka engkau akan kembali menjadi hamba yang menyembah, padahal selama ini engkau sudah menjadi tuhan yang disembah.” Demikian pula Bani Isra’il yang diutus kepada mereka Nabi Isa ‘alaihissalam. Setelah mereka melihat 3 mu’jizat Nabi Isa ‘alaihissalam, tidak ada yang membuat mereka tidak beriman kecuali sifat takabur mereka. Mereka selalu mengatakan bahwa jika mereka beriman, maka akan lenyaplah kehormatan dan kekuasaan mereka. Demikian pula Abu Lahab dan tokoh-tokoh kafir Quraisy. Setelah mereka melihat mu’jizat al-Qur’an dan mengakui bahwa al-Qur’an tidak seperti puisi dan prosa yang mereka kenal, tidak ada yang membinasakan mereka dan membuat mereka tidak beriman kecuali sifat takabur mereka.

Sedangkan jenis kedua dari orang takabur adalah seseorang yang menganggap dirinya memiliki keistimewaan yang melebihi orang lain. Ia melihat dirinya dengan pandangan kesempurnaan dan penuh kebaikan. Ia lupa bahwa itu semua sejatinya adalah pemberian Allah kepadanya. Dengan itu, ia lalu bersikap congkak kepada sesama hamba Allah dan merendahkan mereka, karena –menurutnya- ia jauh lebih tinggi martabatnya, lebih banyak hartanya atau lebih tampan daripada mereka.

Merendahkan orang lain tidak hanya bisa dilakukan oleh orang kaya dan penguasa saja. Sebaliknya bisa juga dilakukan oleh siapa pun. Seorang suami bisa saja menganggap istrinya tidak memahami suatu persoalan, sehingga dia merendahkan istrinya dalam hatinya dan berperilaku sombong kepadanya tanpa ia sadari. Seorang ayah bisa saja menganggap anaknya lebih rendah darinya dalam pengetahuan dan pengalaman, sehingga ia merendahkan anaknya dalam hatinya tanpa ia sadari. Seorang guru bisa saja menganggap murid-muridnya berada di bawahnya dalam hal ilmu dan pemahaman, sehingga ia merendahkan mereka dalam hatinya tanpa ia sadari.

Allah telah melarang sifat takabur terhadap sesama hamba. Saat mengisahkan nasehat Lukman kepada anaknya, Allâh ta’ala berfirman dalam surat Lukman ayat 18:

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Makna ayat ini, janganlah engkau berpaling dari mereka dengan bersikap sombong, menghadaplah kepada mereka dengan mukamu, jangan engkau hadapkan kepada mereka separuh bagian mukamu dan pipimu seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang bersikap congkak dan sombong. Jangan engkau berjalan dengan gaya jalan yang penuh kesombongan, kecongkakan dan rasa bangga diri.

Virus takabur ini jangan sampai merusak hati kita. Marilah kita berintrospeksi, kita teliti hati kita masing-masing. Jika telah muncul sedikit saja virus menyombongkan harta pada hati kita, hendaklah kita mengingat Qarun. Qarun yang kunci gudang-gudang tempat penyimpanan hartanya, baru bisa diangkat oleh sejumlah orang yang berbadan kuat, bukankah ia dan seluruh hartanya dibenamkan ke dalam bumi?. Kesombongannya tidak dapat menyelamatkannya. Jika dalam hati kita telah muncul sedikit saja virus membanggakan kekuasaan dan jabatan yang kita miliki, hendaklah kita renungkan kisah Fir’aun. Fir’aun pada akhir hayatnya tenggelam dan binasa di dalam air dan tidak bermanfaat baginya kerajaan dan pasukan-pasukannya. Apakah pantas kita membanggakan kekuatan?. Tidak. Karena sakit gigi saja akan membuat kita terbaring tidak berdaya di tempat tidur. Apakah pantas kita membanggakan ilmu yang kita kuasai?. Tidak. Sungguh ilmu yang kita miliki bukanlah berasal dari diri kita pribadi, melainkan hasil jerih payah para ulama sebelum kita. Hadirin, kita sama sekali tidak pantas menyombongkan dan membanggakan diri kita, karena pada hakikatnya permulaan diri kita adalah air mani yang menjijikkan dan akhir diri kita adalah seonggok bangkai. Sekuat apa pun, sehebat apa pun, sekaya apa pun, sekuasa apa pun, setinggi apa pun jabatan seseorang, suatu saat nanti pasti ia akan dikalahkan oleh kematian.

Virus takabur model sekarang adalah kita sering share status di medsos atas aktivitas kita, prestasi kita, kehebatan kita, jabatan kita, kepedulian kita, ilmu kita dan banyak share yang lain dengan maksud menunjukkan eksistensi kita. Marilah kita tata ulang hati kita bahwa share status di medsos kita maksudkan untuk memberi informasi hal-hal penting, memberi manfaat dan mengajak pada kebaikan.

Seseorang yang selalu memantau dan mengawasi hatinya serta terus menerus berusaha untuk menghindarkannya dari virus takabur, maka ia akan meyakini bahwa kecerdasan, ilmu, harta dan jabatannya, sejatinya bukanlah berasal dari dirinya. Tapi itu semua adalah karunia yang Allah anugerahkan kepada dirinya. Oleh karenanya, hendaklah ia bersyukur kepada Tuhan-nya, mengasihi orang yang di bawahnya dan hendaknya 5 bersikap tawadlu’ (rendah hati), karena tawadlu’ termasuk di antara jenis ibadah yang paling utama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

 “Sungguh kalian telah melalaikan salah satu bentuk ibadah yang paling utama, yaitu tawadlu’ (bersikap rendah hati)” (H.R. al Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Amali)

Nabi mengatakan demikian, tidak lain karena banyaknya orang yang terserang virus takabur. Seandainya semua orang bersikap rendah hati (tawadlu’), niscaya akan sirna dari tengah-tengah mereka sekian banyak kebencian dan permusuhan, akan hilang rasa iri dan dengki. Mereka akan terhindar dari lelahnya persaingan, upaya bermegah-megahan dan saling membanggakan diri, dan mereka akan menikmati apa yang telah Allah karuniakan untuk mereka.

Demikian semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua. Amin


و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 شفاعة


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aliran Hulul dalam Tasawuf

AWAS "MUNAFIK" !

SPIRIT MEMBERSIHKAN HATI DARI HASAD