"WANITA AHLI SYURGA"

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Ta’ala. Dengan taqwa yang sebenar-benarnya yaitu dengan menjalankan semua perintah Allah dan meninggalkan semua laranganNya agar kita menjadi orang yang paling mulia disisiNya.
Taqwa diberikan kepada siapapun diantara kita yanag beriman kepadaNya, baik pria maupun wanita. Diantara  banyaknya penghuni neraka dari kalangan kaum hawa, Allah melalui RasulNya memberikan kabar gembira pada saat beliau Isra' Mi'raj bahwa ada seorang wanita biasa yang menjadi ahli syurga.

Dikisahkan dalam suatu hadits ketika Rasulullah Isra' Mi'raj:

روى مسلم عن أنس بن مالك رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم، قال: “دَخَلْتُ الجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْفَةً، فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ قَالُوا: هَذِهِ الْغُمَيْصَاءُ بِنْتُ مِلْحَانَ أُمُّ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ”!
Artinya:
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku memasuki surga dengar sesuatu (suara dari gerakan). Aku berkata, ‘Siapa itu?’ Mereka menjawab, ‘Ini adalah Rhumaisha binti Milhan (Ummu Sulaim). Ibunya Anas bin Malik’.” (HR. Muslim).

Banyak kaum muslimin tidak mengenal wanita yang mulia ini. Wanita yang Allah berikan keutamaan dan anugerah dengan kedudukan yang sedemikian mulia. Secara umum, rekam jejak beliau tak diketahui. Akan tetapi Allah Ta’ala menampakkan sesuatu yang istimewa yang tersimpan dalam hatinya. Dan membuatnya termasuk di antara orang yang mulia yang berada di tempat mulia di negeri abadi sana.

Ummu Sulaim radhiallahu ‘anha adalah seorang wanita yang zuhud terhadap dunia. Sehingga Allah membalasnya dengan karunia besar di akhirat padahal ia masih berada di dunia. Diriwayatkan oleh an-Nasai, Anas radhiallahu ‘anhu -putra Ummu Sulaim- bercerita:
Wanita bernama lengkap Rumaisha Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Hiram bin Jundab bin' Amir bin Ghanam bin Adie bin an-Na jaar al-Ashariyah al-Khazra jiyah itu kemudian menikah dengan Malik Ibnu Nadhar.

Dari pernikahan mereka, lahir lah Anas bin Malik, yang kelak dirawat Rasulullah SAW sejak usia 10 tahun dan menjadi salah satu periwayat hadis terbanyak. Ummu Sulaim termasuk orang pertama yang masuk Islam dari kalangan Anshar. Tanpa keraguan sedikit pun, ia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Sayangnya, sang suami tak bisa menerima pilihan istrinya tersebut. Malik menjadi orang pertama yang menentang keimanan Ummu Sulaim. Perempuan asal suku Khazraj tersebut lalu membimbing putranya untuk turut mengikrarkan dua kalimat syahadat. Melihat itu, Malik marah seraya mengatakan, "Janganlah merusak anakku." Malik pun ingin mengancam sang istri sekembalinya dari perjalanan.
Hanya saja, saat di jalan menuju rumah, ia terbunuh oleh musuhnya. Mendengar kematian suaminya, Ummu Sulaim memutuskan tak akan menikah lagi sampai Anas dewasa. 

Kemudian, ia menyerahkan putranya tersebut sebagai pelayan ke manusia paling mulia di dunia, yakni Nabi Muhammad SAW. Baginda Rasulullah pun menyambutnya dengan senang hati. Diceritakan, sambutan itu membuat kedua mata Ummu Sulaim sejuk. Atas keteguhan Anas serta ibunya memeluk Islam, banyak orang membicarakan mereka berdua hingga sampai ke telinga Abu Thalhah. Sang hartawan tersebut lalu melamar Ummu Sulaim dengan mahar sangat mahal.

Tak silau melihat harta, Ummu Sulaim pun menolak lamaran Abu Thalhah. Alasannya, saat itu Abu Thalhah belum beriman. "Tak pantas orang sepertimu di tolak wahai Abu Thalhah. Hanya saja engkau seorang kafir, sedangkan aku seorang Muslimah yang tak pantas bagiku untuk menikah denganmu," kata Ummu Sulaim. Wanita yang juga dikenal bernama al-Ghumaisa itu menegaskan tak ingin emas ataupun perak sebagai mahar. "Yang kuinginkan darimu adalah Islam," ujarnya menegaskan.
Abu Thalhah membalas, "Siapakah orang yang akan membimbingku untuk itu?" Ummu Sulaim kemudian menjawab, "Yang akan mengenalkan itu adalah Rasulullah."

Rasa cintanya yang besar membuat Abu Thalhah langsung menemui Rasulullah yang saat itu tengah duduk bersama para sahabat. Melihat kedatangan salah satu orang kaya tersebut Rasul bersabda, "Telah datang kepada kalian Abu Thalhah yang tampak dari kedua bola matanya semangat keislaman."
Akhirnya dengan mahar 'masuk Islam', Abu Thalhah bisa mempersunting perempuan idamannya itu. Seorang perawi hadis berkata dari Anas RA, "Tidaklah aku mendengar ada seorang wanita yang lebih mulia maharnya dibandingkan Ummu Sulaim yang maharnya adalah al-Islam."

Bersama Abu Thalhah, Ummu Sulaim menjalani pernikahan atas dasar kecintaan kepada Allah dan Rasulnya. Bahkan, tak pernah sekali pun Abu Thalhah absen dari perintah berjihad. Sampai suatu hari, Ummu Sulaim sedang mengandung, sementara Rasulullah kembali menyerukan jihad.
Hal itu membuat Abu Thalhah galau sebab ia tak tega meninggalkan istrinya yang akan melahirkan. Namun, ia juga ingin terus taat kepada Baginda Nabi. "Ya Allah, Kau tahu aku senantiasa keluar jika Nabi memutuskan untuk keluar, dan kembali jika beliau memerintahkan kembali. Sedangkan, saat ini aku tertahan untuk pergi," kata Abu Thalhah.
Mendengar perkataan suaminya, Ummu Sulaim dengan tegas berkata, "Aku tak pernah menemukan sikap seperti itu dari yang lain kecuali kau. Mari kita pergi susul Rasulullah SAW." Kedua nya lalu memutuskan ikut bersama Rasulullah.

_____________
Rumah tangga itu pun berjalan sampai lahirlah seorang anak. Abu Thalhah sangat mencintai anak tersebut.
Pada suatu hari anak tersebut sakit keras. Abu Thalhah merasa cemas karena sakit yang diderita anaknya. Akan tetapi, dia tetap beraktivitas seperti biasanya, yaitu shalat subuh. Dia mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam untuk shalat berjamaah dan terus bersama Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam sampai tengah hari. Setelah itu, dia pulang ke rumah, tidur sejenak, dan makan siang. Ketika datang waktu shalat zuhur, dia pun bersiap-siap untuk mendatangi shalat zuhur.

Pada hari kematian anaknya, Abu Thalhah tidak pulang sampai akhir shalat isya. Dia pergi ke tempat Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam (ke masjid). Malam hari itu, putra kesayangan Abu Thalhah meninggal. Berkatalah Ummu Sulaim kepada keluarganya, “Jangan ada seorang pun yang memberitahukan kematian anak ini kepada Abu Thalhah sampai saya sendiri yang memberitahukannya.”

Ummu Sulaim mengurus anak tersebut dan menyelimutinya, kemudian menempatkannya di sebuah ruangan di dalam rumahnya. Pada saat itu, datanglah Abu Thalhah dari tempat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersama beberapa orang yang tinggal di masjid.
Abu Thalhah bertanya, “Bagaimana keadaan putraku?”
“Wahai Abu Thalhah,” jawab Ummu Sulaim, “belum pernah dia setenang ini semenjak sakit. Aku berharap dia sudah istirahat.”

Ummu Sulaim mempersiapkan makan malam dan menghidangkannya kepada para sahabat suaminya. Mereka makan malam bersama, lalu para tamu itu keluar. Abu Thalhah pun beristirahat di ranjangnya.
Ummu Sulaim berhias dengan sangat indah, melebihi kebiasaan berhiasnya sebelum itu. Setelah itu, dihampirinya sang suami di ranjangnya. Pada malam itu, demi menghirup bau wangi dari Ummu Sulaim, Abu Thalhah pun mendatangi istrinya. Setelah suaminya tenang, pada akhir malam Ummu Sulaim menceritakan kejadian yang sebenarnya.

Kata Ummu Sulaim, “Wahai Abu Thalhah, apa pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan barang kepada kaum yang lain, lalu mereka meminta kembali barang pinjaman tersebut. Apakah kaum yang dipinjami berhak untuk tidak mengembalikan barang itu?”
“Tidak,” jawab Abu Thalhah.
“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah meminjamimu anak, kemudian Dia mengambilnya kembali. Oleh karena itu, bersabarlah dan harapkanlah pahala dari Allah,” kata Ummu Sulaim.
Abu Thalhah agak marah karenanya. Katanya, “Engkau biarkan aku (tidak memberitahuku tentang berita kematian anakku) sampai setelah terjadi apa yang terjadi, barulah engkau memberitahukan kepadaku perihal putraku?!”

Abu Thalhah mengucapkan, إِنَّا لِلهِ وَ إِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ dan memuji Allah subhanahu wa ta’ala. Keesokannya, dia mandi lalu pergi ke masjid Rasulullah dan shalat subuh bersama beliau. Setelah itu, dia ceritakan kepada beliau kejadian semalam. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pun mendoakannya, “Semoga Allah memberkahi kalian berdua pada malam yang telah kalian lewati.”
Beberapa waktu kemudian, Ummu Sulaim hamil karena hubungan mereka pada malam itu. Adalah kebiasaan Ummu Sulaim safar bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam. Apabila Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam keluar dari Madinah, Ummu Sulaim pun ikut keluar, dan apabila Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam masuk ke Madinah, Ummu Sulaim pun ikut masuk ke sana.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam berpesan kepada Abu Thalhah, “Kalau Ummu Sulaim telah melahirkan, bawalah bayi yang dilahirkannya kepadaku.”

Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam safar, Ummu Sulaim ikut bersama beliau. Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah, apabila pulang dari safar dan tiba di Madinah, beliau tidak langsung masuk ke Madinah. Akan tetapi, beliau singgah dulu di suatu tempat di dekat Madinah.
Tatkala rombongan telah mendekati Madinah (di persinggahan), timbullah rasa sakit tanda akan melahirkan. Abu Thalhah harus menjaga Ummu Sulaim sehingga tidak bisa menemani Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memasuki Madinah. Rasulullah pun kemudian berangkat ke Madinah.
Abu Thalhah berdoa, “Wahai Rabbku, sesungguhnya Engkau Mahatahu bahwa aku suka selalu menyertai Rasulullah. Apabila beliau keluar, aku ikut keluar, dan apabila beliau masuk, aku ikut masuk. Engkau juga Mahatahu bahwa sekarang aku terhalang sehingga tidak bisa menyertai beliau.”
Mendengar doa Abu Thalhah tersebut, Ummu Sulaim berkata, “Wahai Abu Thalhah, aku tidak merasakan berat dengan apa yang kualami ini.”

Akhirnya, keduanya pun berangkat untuk menyertai Rasulullah. Rasa sakit baru terasa lagi setelah mereka tiba di Madinah.
Ummu Sulaim pun melahirkan di Madinah.
“Wahai Anas, bayi ini jangan diberi makan sesuatu pun sebelum kaubawa ke tempat Rasulullah,” perintah Ummu Sulaim kepada putranya, Anas bin Malik. Ummu Sulaim menyertakan buah kurma bersama Anas.
Kata Anas, “Bayi itu menangis pada malam hari. Saya tidak dapat tidur pada malam itu karena mengawasi bayi tersebut. Keesokannya, saya bawa bayi itu ke hadapan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Ketika itu, beliau sedang memberi tanda pada unta atau kambing (tanda bahwa hewan tersebut hewan zakat).”

Tatkala Rasulullah melihat bayi itu, beliau berkata kepada Anas, “Apakah Bintu Milhan (Ummu Sulaim) sudah melahirkan?”
“Ya,” jawab Anas.
“Tunggu sebentar,” perintah Rasulullah. Beliau meletakkan apa yang ada di tangan beliau lalu menggendong bayi tersebut. “Apakah engkau membawa sesuatu?” tanya beliau.
“Ya, buah kurma.”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mengunyah beberapa butir kurma sampai lembut. Setelah itu, beliau mengambil kurma yang sudah bercampur dengan air liur beliau dari mulut beliau, lalu menyuapkannya ke mulut si bayi. Rasulullah mentahnik si bayi. Bayi itu pun menyambutnya dengan mengisap rasa manis buah kurma dan air liur Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam. Dengan demikian, makanan pertama yang masuk ke lambungnya adalah air liur Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Lihatlah, betapa senangnya orang-orang Anshar terhadap buah kurma.”
“Wahai Rasulullah, namailah bayi ini,” pinta Anas. Rasulullah mengusap wajah bayi itu dan memberinya nama Abdullah. Setelah Abdullah dewasa, tidak ada pemuda Anshar yang mengunggulinya. Dari Abdullah ini lahirlah keturunan yang banyak. Abdullah meninggal di peperangan yang terjadi di Persia.


I'tibar:
1. Keteguhan Ummu Sulaim dalam menjalankan agama Allah dan keislamannya ini patut dijadikan teladan. 

2. Kesetiaan istri kepada suami. Tatkala seorang wanita telah menjadi istri, dia wajib menaati suaminya dalam hal yang ma’ruf, melayaninya, dan menghiburnya tatkala sang suami mendapat musibah. Ummu Sulaim mempercantik diri untuk melayani suaminya, padahal dalam Islam, seorang wanita yang sedang berdukacita diperbolehkan tidak berdandan. Jika yang meninggal adalah salah seorang kerabatnya, masa berkabungnya adalah tiga hari. Namun, jika yang meninggal adalah suaminya, masa ihdad) (berkabung)nya 4 bulan 10 hari.
Karena kedalaman ilmunya, Ummu Sulaim menganggap bahwa menyenangkan suami lebih utama daripada dia berdukacita dan tidak mau berhias.

3. Kesabaran Ummu Sulaim ketika menghadapi musibah. Tatkala putranya meninggal, Ummu Sulaim tidak berkeluh kesah. Sebaliknya, beliau beriman terhadap takdir dan ridha kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Meski ditimpa musibah, beliau tetap menjalankan tugas rumah tangga dengan sebaik-baiknya. Beliau mempersiapkan makan malam untuk suami dan para tamu suami. Sang suami, Abu Thalhah, menjamu tamunya dengan baik sehingga tamunya merasa senang dan tidak merasa membebani keluarga Abu Thalhah yang sedang ditimpa musibah.

4. Dia adalah diantara para sahabat yang dipilih oleh Allah untuk menyertai Nabi-Nya mendakwahkan Islam. Sudah sepantasnya kita jadikan suri teladan dalam kehidupan kita sehari-hari.`
Sehingga tak heran bila dalam sebuah hadis Nabi Muhammad menyebut namanya, "Ketika aku memasuki surga, aku mendengar suara langkah kaki. Lalu aku bertanya siapa itu? Malaikat menjawab, itu Rhumaisa binti Milhan ibunda Anas bin Malik."

Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua.
   
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

 شفاعة




Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aliran Hulul dalam Tasawuf

AWAS "MUNAFIK" !

SPIRIT MEMBERSIHKAN HATI DARI HASAD