Usaha adalah Nasib dan Hasil adalah Takdir (Tasawuf)



السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Ta’ala. Dengan taqwa yang sebenar-benarnya yaitu dengan menjalankan semua perintah Allah dan meninggalkan semua laranganNya agar kita menjadi orang yang paling mulia menurutNya. Sebelum menuju kepada inti dari penulisan artikel ini, saya selaku penulis berdo’a semoga kita semua selalu berada pada jalan cinta dan kasih sayang. Semoga kita dapat mewujudkan cinta kepada siapapun sebagai wujud ittiba’ kita kepada Rasulullah SAW yang hidup dengan penuh kasih sayang kepada sesamanya serta pastinya sebagai wujud menjiwai sifat Rahman Rahim-nya Allah.
Seringkali dalam kehidupan ini kita dihadapkan dengan hukum sebab akibat yang secara logika memang masuk akal. Kita ingin kaya, maka kerja keras. Kita ingin lulus, hendaklah belajar yang giat. Kita ingin masuk surga, maka perbanyaklah ibadah. Yang ingin saya ulas kembali adalah apakah benar tiap sebab harus menghasilkan akibat?
Jawabannya adalah tidak harus. Apabila seseorang mengharuskan sebab sebagai munculnya akibat maka hasilnya adalah apabila ia terputus oleh sebab-sebabnya sendiri misalnya kurang kerja keras atau kurang belajar, dia akan menjadi putus asa dan merasa bahwa dia tidak akan bisa lulus, atau pun dia tidak akan sukses dan lain sebagainya.
Bukankah pemikiran tersebut terlalu sempit? Dimanakah Asma Allah Bahwa Dia Maha Pemberi?. Bukankah kita saat ini bernyawa? Bukankah saat ini kita bisa bernafas? Bukankah saat ini kita bisa tersenyum dengan lepas? Bukankah saat ini kita bisa berjalan dan makan minum dengan enak? Bukankah saat ini kita masih diizinkan memuji Allah dan RasulNya? Bukankah saat ini kita diberi penyakit agar kita kembali kepadaNya? Bukankah kita dipenuhi cobaan agar kita terus ingat kepadaNya? Maka sesungguhnya apa yang sudah kita lakukan sehingga Allah memberikan karunia dan pemberian yang begitu besar dalam hidup kita?
Allah menciptakan akibat dan menciptakan sebab dan membuat keduanya seolah-olah serasi. Namun akibat adalah pemberian. Terserah Allah mau memberi atau tidak. Namun, usaha adalah nasib. Usaha adalah kehormatanmu. Usaha adalah bentuk wujud dari syukur dan tawadhu’ kita pada Allah. Sehingga ibadah jangan sampai kita niatkan agar masuk surga dan terhindar siksa neraka. Maka apabila tidak ada surga dan neraka jangan-jangan kita berhenti menyembah?. Tapi niatkan lillahi ta’alaa. Niatkan kepada Dzat yang selalu Mengawasi kita dimanapun kita berada, dzat yang Dhohir di hati kaum mukmin namun Bathin secara kasat mata, Dzat yang selalu Memberi tanpa diminta dan sebelum diminta.
Begitupula untuk orang-orang yang terkekang dalam usaha dan mempercayai bahwa usahanya merupakan satu-satunya hasil menuju tujuannya sedang ia kini berada dalam keadaan down dan tidak dapat maksimal dalam beribadah, jangan bersedih dan jangan menyerah, penuhi dirimu dengan harapan dan jangan putus asa. Disini saya tidak bermaksud mengatakan bahwa ibadah tidak penting, melainkan ibadah justru dapat menghadirkan rahmat Allah. Kita memang sebaiknya tidak menjadikan ibadah kita sebagai sebab wushul kepada Allah. Namun, ibadah dapat menumbuhkah rahmat. Hal ini sebagaimana kasih sayang orang tua kepada anaknya. Pada dasarnya orang tua selalu penuh kasih kepada anaknya. Apabila melihat anaknya selalu menurut dan penuh tawadhu’ pada orang tuanya maka orang tua akan lebih kasih kepada anak tersebut. Allah mencintai orang-orang yang berataubat, orang-orang yang bersih, dan orang-orang sholeh.
Oleh karena itu, kembalilah berusaha dengan usahamu yang terbaik dan soal hasil serahkan pada Allah. Dzat yang selalu Memberi dengan pemberian terbaik.
Demikian. Semoga Bermanfaat.

و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 شفاعة


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aliran Hulul dalam Tasawuf

AWAS "MUNAFIK" !

SPIRIT MEMBERSIHKAN HATI DARI HASAD