Tawassul ???
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Ta’ala.
Dengan taqwa yang sebenar-benarnya yaitu dengan menjalankan semua perintah
Allah dan meninggalkan semua laranganNya agar kita menjadi orang yang paling
mulia menurutNya.
Secara umumnya tawassul bearti mengambil sesuatu sebab
yang dibenarkan syara’ untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Atau, melakukan
sesuatu ibadah, yang mana ibadah tersebut dijadikan perantara untuk mendapat
keridhaannya. Tawassul biasanya berkait dengan doa, dimana seseorang yang
berdoa menjadikan sesuatu sebagai perantara supaya doanya dikabulkan oleh
Allah.
Para ulama bersepakat(ijma' ulama) diperbolehkannya bahkan
diperintahkannya tawassul, diantaranya:
1. Tawassul dengan Asma'ul Husna
Seperti dalam Surat Al-A'raf: 18;
وَلِلَّهِ
الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا.الأية
Artinya:
"Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka
bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu".
(QS. Al A'raf: 180)
2. Tawassul dengan Sholawat atas
Nabi ketika Nabi masih hidup
Tawassul dengan do'a beliau SAW, ketika beliau masih hidup,
dan tawassul dengan syafaat beliau, dan inipun dalam bentuk do'a langsung
kepada Allah SWT.
Inilah yang dimaksud dengan Hadits:
"Nabi SAW bersabda:"
Mintalah kepada Allah, aku sebagai wasilah, maka sesunguhnya (wasilah) adalah satu derajat di surga yang tidak diperoleh kecuali oleh seorang hamba dari hamba
Allah, dan aku berharap, bahwa akulah hamba tersebut, maka barangsiapa meminta
kepada Allah, agar aku jadi wasilah (nya ), maka berhaklah ia memperoleh
syafaatku di hari kiamat "
( Hadits Shahih )
Nabi
bersabda, “Semua doa tertutupi (tidak
bisa naik ke langit) sampai dibacakan Shalawat
untuk Nabi
Muhammad
shallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. At Thabrani)
Rasulullah mengajarkan untuk bertawassul, hal
ini dapat dilihat dalam hadits berikut ini:
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ أَنَّ رَجُلاً ضَرِيْرَ
الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صلى
الله عليه وسلم فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ عَلِّمْنِيْ
دُعَاءً أَدْعُوْ بِهِ يَرُدُّ اللهُ عَلَيَّ بَصَرِيْ، فَقَالَ لَهُ قُلِ
اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ نَبِيِّ
الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّيْ قَدْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلٰى رَبِّيْ
أَللّٰهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ وَشَفِّعْنِيْ فِيْ نَفْسِيْ فَدَعَا بِهٰذَا
الدُّعَاءِ فَقَامَ وَقَدْ أَبْصَرَ
Artinya:
“Dari Utsman bin Hunaif: “Suatu hari seorang yang buta
datang kepada Rasulullah berkata: “Wahai Rasulullah, ajarkan saya sebuah doa yang
akan saya baca agar Allah mengembalikan penglihatan saya”. Rasulullah berkata:
“Bacalah doa (artinya): “Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan menghadap
kepada-Mu melalui Nabi-Mu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya
aku menghadap kepadamu dan minta Tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya
Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat. Kemudian ia berdoa
dengan doa tersebut, ia berdiri dan telah bisa melihat”. (HR. Hakim dalam al-Mustadrak).
3. Tawassul dengan Amal shalih
Dalil yang dijadikan hujjah adalah hadits tentang tiga orang yang
tertutup oleh mulut gua ketika mereka berada di dalamnya. Salah seorang
diantara mereka bertawassul kepada Alloh dengan Birrul Walidain-nya, yang kedua
bertawassul kepada Allah dengan dengn
sikapnya yang menjauhi kemungkaran dan yang ketiga bertawassul dengan
sikap amanahnya dalam memelihara harta orang lain, sehingga Allah meringankan
atau membuka mulut gua itu.
Hadits yang menjadi landasan tawassul dengan amal perbuatan, sebagaimana disinggung di depan adalah:
Hadits yang menjadi landasan tawassul dengan amal perbuatan, sebagaimana disinggung di depan adalah:
عَنِ
أَبِى عَبْدِ الرَّحْمنِ عَبْدِ اللّٰهِ ابْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَابِ رَضِيَ
رَضِىَ اللّٰهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: اِنْطَلَقَ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ مِمَّنْ كَانَ
قَبْلَكُمْ حَتَّى آوَاهُمُ الْمَبِيْتُ اِلَى الْغَارِ فَدَخَلُوْهُ
فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ
فَسُدَّتْ عَلَيْهِمُ الْغَارَ فَقَالُوْا اِنَّهُ لاَيُنْجِيْكُمْ اِلاَّ
اَنْ تَدْعُوْا اللّٰهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ
قَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ اَللّٰهُمَّ كَانَ لِى اَبَوَانِ شَيْخَانِ
كَبِيْرَانِ وَكُنْتُ لاَاَغْبِقُ
قَبْلَهُمَا اَهْلاً فَنَأَى بِى طَلَبُ الشَّجَرِ يَوْمًا فَلَمْ أَرُحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى
نَامَا فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوْفَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ فَكَرِهْنُ
اَنْ اُوْقِظَهُمَا وَاَنْ أَعْبِقَ قَبْلَهُمَا اَهْلاً اَوْ َمَالاً فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى
يَدِى اَنْتَظِرُ اِسْتِيْقَاظَهُمَا حَتَّى بَرِقَ الْفَجْرُ وَالصِّيْبَةُ
يَتَضَاعُوْنَ عِنْدَ قَدَمَىَّ
فَاسْتَيْقَظَ فَشَرِبَ
غَبُوْفَهُمَا اَللّٰهُمَّ اِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذٰلِكَ ابْتِغَاءَ
وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَانَحْنُ
فِيْهِ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ
فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا لاَيَسْتَطِيْعُوْنَ الْخُرُوْجَ مِنْهُ .قَالَ اْلاَخَرُ
اَللّٰهُمَّ اِنَّهُ كَانَ لِى اِبْنَةُ عَمٍّ كَانَتْ اَحَبَّ النَّاسِ اِلَيَّ
.وفى رواية كُنْتُ اُحِبُّهَا كَاَشَدِّ مَا يُحِبُّ الرِّجَالُ النِّسَاءَ
فَأَرَدْتُهَا عَلَى نَفْسِهَا فَامْتَنَعَتْ مِنِّى حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَا
سَنَّةٌ مِنَ السِّنِيْنَ فَجَاءَتْنِى فَاضعْطَيْتُهَا عِشْرِيْنَ وَمِائَةَ
دِيْنَارٍ عَلَى اَنْ تُخَلِّى بَيْنِى وبَيْنَ
نَفْسِهَا فَفَعَلَتْ حَتَّى اِذَا قَدَرْتُ عَلَيْهَاووفى رواية فَلَمَّا
قَعَدْتُ بَيْنَ رِجْلَيْهَا قَالَتْ
اِتَّقِ اللّٰهَ وَلاَتَفُضَّ الْخَاتِمَ اِلاَّ بِحَقِّهِ فَانْصَرَفْتُ عَنْهَا
وَهِىَ أَحَبُّ النَّاسِ اِلَيَّ وَتَرَكْتُ
الذَّهَبَ الَّذِى أَعْطَيْتُهَا اَللّٰهُمَّ اِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذٰلِكَ
ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَانَحْنُ
فِيْهِ فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ غَيْرَ اَنَّهُمْْ لاَيَسْتَطِيْعُوْنَ
الْخُرُوْجَ مِنْهَا وَقَالَ الثَّالِثُ
اَللّٰهُمَّ أَسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ
وَأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَهُمْ
غَيْرَهُمْ غَيْرَ وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذِى لَهُ وَذَهَبَ فَثَمَرْتُ أَجْرَهُ
حَتَّى كَثُرَتْ مِنْهُ اْلاَمْوَالُ
فَجَاءَ نِى بَعْدَ حِيْنٍ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللّٰهِ أَدِّ اِلَيَّ أجْرِى فَقُلْتُ كُلُّ مَا تَرَ ى مِنْ أَجْرِكَ مِنَ
اْلاِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ وَالرَّقِيْقِ فَقَالَ اللّٰهِ لاَتَسْتَهْزِئْ
فَقُلْتُ لاَأَسْتَهْزِئُ بِكَ
فَاَخَذَهُ كُلُّهُ فَاَسْتَاقَهُ فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْهُ شَيْئًا. اَللّٰهُمَّ
اِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذٰلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَانَحْنُ فِيْهِ فَانْفَرَجَتْ الصَّخْرَةُ فَخَرَجُوْا
يَمْشُوْنَ.متفق عليه
Artinya:
“ Abdullah bin
Umar r.a berkata:” Saya telah mendengar Rasululloh SAW, bersabda:” Terjadi pada
masa dahulu sebelum kamu, tiga orang berjalan – jalan hingga terpaksa bermalam
dalam gua. Tiba – tiba ketika mereka sedang dalam gua itu, jatuh sebuah batu
besar dri atas bukit dan menutupi gua itu, hingga mereka tidak dapat keluar.
Maka berkalata mereka : “ Sungguh tiada suatu yang dapat menyelamatkan kami
dari bahaya ini, kecuali jika tawassul
kepada Alloh dengan amal – amal shalih
yang bernah kamu lakukan dahulu kala. Maka berkata seorang dari mereka:” Ya
Alloh dahulu saya mempunyai ayah dan
ibu, dan saya biasa tidak memberi
memberi minuman susu pada seorang pun sebelum kedunya ( ayah – ibu ), baik pada
keluarga atau hamba sahaya, maka pada suatu hari agak kejauhan bagiku
mengembalakan ternak, hingga tidak kembali pada keduanya, kecuali sesudah malam
dan ayah bundaku telah tidur. Maka saya
terus memerah susu untuk keduanya dan saya pun segan untuk membangunkan
keduanya, dan sayapun tidak akan memberikan minuman itu kepada siapapun sebelum
ayah bunda itu. Maka saya tunggu keduanya hingga terbit fajar, maka bangunlah
keduanya dan minum dari susu yang saya perahkan itu. Padahal semalam itu anak – anakku sedang menangis minta susu itu,
di dekat kakiku. Ya Allah jika saya berbuat itu benar – benar karena
mengharapkan keridhaan-Mu, maka lapangkanlah keadaan kami ini. Maka menyisih
sedikit batu itu, hanya saja mereka belum dapat keluar daripadanya.
Berdo’a yang kedua: “ Ya Allah dahulu saya
pernah terikat cinta kasih pada anak gadis pamanku, maka karena cinta kasihku,
saya selalu merayu dan ingin berzina padanya, tetapi ia selalu menolak hingga
terjadi pada suatu saat ia menderita kelaparan dan datang minta bantuan kepadaku, maka saya berikan padanya uang seratus
duapuluh dinar, tetapi dengan janji bahwa ia akan menyerahkan dirinya kepadaku
pada malam harinya. Kemudian ketika saya telah berada diantara kedua kakinya,
tiba – tiba ia berkata :” Takutlah
kepada Allah dan janganlah engkau pecahkan tutup kecuali dengan halal. Maka
saya segera bangun daripadanya padahal saya masih tetap menginginkanya, dan
saya tinggalkan dinar mas yang telah saya berikan kepadanya itu Ya Allah jika
saya berbuat itu benar – benar karena mengharapkan keridhaan-Mu, maka
lapangkanlah keadaan kami ini. Maka bergerklah batu itu, menyisih sedikit
tetapi mereka belum dapat keluar daripadanya.
Berdo’a yang ketiga:” Ya Allah, saya dulu sebagai
majikan, mempunyai banyak buruh pegawai, dan pada suatu hari ketika saya
membayar upah buruh – buruh itu, tiba – tiba ada seorang dari mereka yang tidak
sabar menunggu, segera ia pergi meninggalkan upah dan terus pulang ke rumahnya
tidak kembali. Maka saya gunakan upah itu hingga berkembang dan berbuah hingga merupakan
kekayaan. Kemudian setelah lama sekali datanglah buruh itu dan berkata: “ Hai
Abdullah, berikan kepadaku upahku dulu itu ?” Jawabku,” Semua kekayaan yang
kamu lihat di depanmu itu; mulai unta, sapi dan kambing itu adalah upahmu”.
Buruh itu berkata,” Wahai Abdullah, kamu jangan mengejekku” Jawabku ,” Aku
tidak mengejek kepadamu”. Maka diambilnya semua yang saya sebut itu dan tidak
meninggalkan sedikitpun darinya. Ya Allah jika saya berbuat itu benar – benar
karena mengharapkan keridhaan-Mu, maka lapangkanlah keadaan kami ini. Tiba
–tiba menyisihlah batu itu, hingga mereka keluar dengan selmat” ( H.R.Bukhari –
Muslim )
Selain dari
tawassul yang telah disepakati oleh para ulama’, ada juga beberapa tawassul yang
sebagian ulama’ tetap menganjurkannya(Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Nawawi, Imam Subki, al-Qasthalani (ahli
hadis), al-Hakim, al-Hafidz al-Baihaqi, al-Hafidz al-Thabrani, al-Hafidz
al-Haitsami, Ibnu Hajar al-Haitami, al-Karmani, al-Jazari, Ibnu al-Hajj,
al-Sumhudi dan masih banyak lagi ulama lain yang memperbolehkannya)., diantaranya:
1.
Tawassul kepada
Nabi setelah Nabi wafat
Diriwiyatkan oleh Utsman bin Hunaif:
عَنْ
عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ أَنَّ رَجُلاً كَانَ يَخْتَلِفُ إِلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فِيْ حَاجَتِهِ وَكَانَ عُثْمَانُ لَا يَلْتَفِتُ إِلَيْهِ وَلَا
يَنْظُرُ فِيْ حَاجَتِهِ فَلَقِيَ ابْنَ حُنَيْفٍ فَشَكَا ذَلِكَ إِلَيْهِ فَقَالَ
لَهُ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ ائْتِ الْمِيْضَأَةَ فَتَوَضَّأْ ثُمَّ ائْتِ
الْمَسْجِدَ فَصَلِّ فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ
وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّيْ
أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ فَيَقْضِيْ لِيْ حَاجَتِيْ وَتَذْكُرُ حَاجَتَكَ
حَتَّى أَرْوَحَ مَعَكَ، فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ فَصَنَعَ مَا قَالَ لَهُ ثُمَّ
أَتَى بَابَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَجَاءَهُ الْبَوَّابُ حَتَّى أَخَذَ بِيَدِهِ فَأَدْخَلَهُ عَلَى
عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَأَجْلَسَهُ مَعَهُ عَلَى الطِّنْفِسَةِ فَقَالَ
حَاجَتُكَ فَذَكَرَ حَاجَتَهُ وَقَضَاهَا لَهُ رواه الطبرانى فى المعجم
الكبير والبيهقى في دلائل النبوة
Artinya:
“Diriwayatkan dari Utsman bin Hunaif (perawi hadis yang
menyaksikan orang buta bertawassul kepada Rasulullah) bahwa ada seorang
laki-laki datang kepada (Khalifah) Utsman bin Affan untuk memenuhi hajatnya,
namun sayidina Utsman tidak menoleh ke arahnya dan tidak memperhatikan
kebutuhannya. Kemudian ia bertemu dengan Utsman bin Hunaif (perawi) dan mengadu
kepadanya. Utsman bin Hunaif berkata: Ambillah air wudlu' kemudian masuklah ke
masjid, salatlah dua rakaat dan bacalah: “Ya
Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui nabi-Mu yang
penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan
minta Tuhanmu melaluimu agar hajatku dikabukan. Sebutlah apa kebutuhanmu”. Lalu lelaki tadi melakukan apa yang dikatakan oleh Utsman
bin Hunaif dan ia memasuki pintu (Khalifah) Utsman bin Affan. Maka para penjaga
memegang tangannya dan dibawa masuk ke hadapan Utsman bin Affan dan diletakkan
di tempat duduk. Utsman bin Affan berkata: Apa hajatmu? Lelaki tersebut
menyampaikan hajatnya, dan Utsman bin Affan memutuskan permasalahannya”. (HR. Al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir dan
al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwwah)
Perawi hadits ini, Utsman bin Hunaif, telah mengajarkan tawassul
kepada orang lain setelah Rasulullah
wafat. Dan kalaulah tawassul
kepada Rasulullah dilarang atau bahkan dihukumi syirik maka tidak mungkin
seorang sahabat akan mengajarkan hal-hal yang menyimpang dari ajaran
Rasulullah, karena ia hidup di kurun waktu terbaik, yaitu sebagai sahabat Nabi.
Walaupun Rasulullah
wafat, umat Islam meyakini bahwa Rasulullah tetap bisa mendoakan kepada
umatnya. Sebagaimana diterangkan dalam sebuah
hadits:
قَالَ صلى الله عليه وسلم حَيَاتِي
خَيْرٌ وَمَمَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ فَإِذَا أَنَا مُتُّ كَانَتْ وَفَاتِيْ خَيْرًا
لَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيَّ أَعْمَالُكُمْ فَإِنْ رَأَيْتُ خَيْرًا حَمِدْتُ اللهَ
تَعَالٰى وَإِنْ رَأَيْتُ شَرًّا اِسْتَغْفَرْتُ لَكُمْ رواه ابن سعد عن بكر بن عبد الله
مرسلا
Artinya:
“Hidupku
lebih baik dan matiku juga lebih baik bagi kalian. Jika aku wafat maka kematianku lebih
baik bagi kalian. Amal-amal kalian diperlihatkan kepadaku. Jika aku melihat
amal baik, maka aku memuji kepada Allah. Dan jika aku melihat aml buruk, maka
aku mintakan ampunan bagimu kepada Allah”. (HR. Ibnu Sa’d dari Bakar bin Abdullah
secara mursal)
2.
Tawassul dengan
Orang yang Shalih
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah, Ayat : 35 :
Artinya :
"Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (wasilah)
yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu
mendapat keberuntungan."
Allah SWT juga berfirman dalam surat Al-Isra’, Ayat : 57 :
Artinya :
“Orang-orang yang
mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan (wasilah) kepada Tuhan mereka,
siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan
rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang
(harus) ditakuti.”
I’tibar:
Pada dasarnya
bertawassul adalah dianjurkan bahkan diperintahkan oleh agama kita. Bertawassul
merupakan salah satu CARA agar do’a kita lebih mudah terkabul, sehingga sebelum
kita berdo’a dan bermohon kepadaNya, kita perbanyak menyebut namaNya(seperti
yang ada di asmaul husna), memperbanyak membaca sholawat Nabi, memperbanyak
amal shalih(shodaqoh dan amal kebaikan lainnya), kemudian kita berdo’a
kepadanya, insya Allah akan lebih mudah dan cepat terkabul.
Selain kita
berdo’a sendiri, mintalah do’a dari orang
lain terutama orang yang shalih. Ketika
kita mendengar orang lain sedang berdo’a(dalam dzikir bersama, dalam
istighotsah bersama, setelah sholat berjama’ah atau dalam kesempatan lain
dimana kita tidak berkonsentrasi untuk berdo’a), maka aminilah do’a-do’a
tersebut agar kita turut dalam kebaikan seperti yang diharapkan oleh orang yang
berdo’a tersebut.
Demikian semoga bermanfaat.
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
شفاعة
Komentar
Posting Komentar